Kapan Al Qur’an itu diturunkan? Sebagian mengatakan bahwa turunnya adalah 17 Ramadhan sehingga dijadikan peringatan Nuzulul Qur’an. Padahal tujuan Al Qur’an diturunkan bukanlah diperingati, yang terpenting adalah ditadabburi atau direnungkan sehingga bisa memahami, mengambil ibrah dan mengamalkan hukum-hukum di dalamnya.
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (1) وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ (2) لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (3) تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ (4) سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ (5)
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al Qadr: 1-5).
Dalam surat Al Qadar di atas disebutkan bahwa Allah menurunkan Al Qur’an pada Lailatul Qadar. Malam ini adalah malam yang diberkahi sebagaimana disebutkan dalam ayat yang lain,
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ
“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi” (QS. Ad Dukhon: 3). Malam yang diberkahi yang dimaksud di sini adalah Lailatul Qadar yang terdapat di bulan Ramadhan. Karena Al Qur’an itu diturunkan di bulan Ramadhan seperti disebut dalam ayat,
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran ” (QS. Al Baqarah: 185).
Ada riwayat dari Ibnu ‘Abbas yang menjelaskan mengenai nuzulul Qur’an, yaitu waktu diturunkannya permulaan Al Qur’an. Ibnu ‘Abbas berkata,
أنزل الله القرآن جملة واحدة من اللوح المحفوظ إلى بيت العِزّة من السماء الدنيا، ثم نزل مفصلا بحسب الوقائع في ثلاث وعشرين سنة على رسول الله صلى الله عليه وسلم
“Al Qur’an secara keseluruhan diturunkan dari Lauhul Mahfuzh ke Baitul ‘Izzah di langit dunia. Lalu diturunkan berangsur-angsur kepada Rasul -shallallahu ‘alaihi wa sallam- sesuai dengan peristiwa-peristiwa dalam jangka waktu 23 tahun.” (HR. Thobari, An Nasai dalam Sunanul Kubro, Al Hakim dalam Mustadroknya, Al Baihaqi dalam Dalailun Nubuwwah. Hadits ini dishahihkan oleh Al Hakim dan disetujui oleh Adz Dzahabi. Ibnu Hajar pun menyetujui sebagaimana dalam Al Fath, 4: 9).
Syaikh As Sa’di rahimahullah berkata, “Allah itu menjadikan permulaan turunnya Al Qur’an adalah di bulan Ramadhan di malam Lailatul Qadar.” (Taisir Al Karimir Rahman, hal. 931). Jika dinyatakan bahwa Al Qur’an secara keseluruhan itu diturunkan di bulan Ramadhan pada malam Lailatul Qadar, maka klaim yang mengatakan bahwa Al Qur’an diturunkan pada 17 Ramadhan, jelas-jelas tidak berdasar. Karena Lailatul Qadar itu terjadi di sepuluh hari terakhir. Sehingga jelas-jelas penetapan 17 Ramadhan sebagai perayaan Nuzulul Qur’an tidak berdasar atau mengada-ngada. Perayaan Nuzulul Qur’an sama sekali tidak pernah dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga tidak pernah dicontohkan oleh para sahabat. Para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah mengatakan,
لَوْ كَانَ خَيرْاً لَسَبَقُوْنَا إِلَيْهِ
“Seandainya amalan tersebut baik, tentu mereka (para sahabat) sudah mendahului kita untuk melakukannya.” Inilah perkataan para ulama pada setiap amalan atau perbuatan yang tidak pernah dilakukan oleh para sahabat. Mereka menggolongkan perbuatan semacam ini sebagai bid’ah. Karena para sahabat tidaklah melihat suatu kebaikan kecuali mereka akan segera melakukannya. Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim karya Ibnu Katsir, 6: 622, surat Al Ahqof (46) ayat 11.
Al Qur’an pun diturunkan bukan untuk diperingati setiap tahunnya. Namun tujuan utama adalah Al Qur’an tersebut dibaca dan direnungkan maknanya. Allah Ta’ala berfirman,
كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آَيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran. ” (QS. Shaad: 29).
Al Hasan Al Bashri berkata, “Demi Allah, jika seseorang tidak merenungkan Al Qur’an dengan menghafalkan huruf-hurufnya lalu ia melalaikan hukum-hukumnya sehingga ada yang mengatakan, “Aku telah membaca Al Qur’an seluruhnya.” Padahal kenyataannya ia tidak memiliki akhlak yang baik dan tidak memiliki amal.” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 2: 418-419).
Membaca saja tentu belum tentu punya akhlak dan amal yang baik. Memperingati turunnya pun tidak bisa menggapai maksud mentadabburi Al Qur’an. Jadi yang terpenting adalah rajin-rajin mengkaji sekaligus mentadabburi Al Qur’an.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar