KRONOLOGIS TRAGEDI AMBON-MALUKU BERDARAH
Desember 1998 s.d. Desember 2000
BAGIAN 1-1: SEBELUM AMBON
Tragedi
berdarah di Ambon dan sekitarnya bukanlah sesuatu yang tiba-tiba.
Menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI), sebelum peristiwa Iedul Fithri
1419H berdarah, tercatat beberapa peristiwa penting yang dianggap
sebagai pra-kondisi, bahkan jauh ke belakang pada tahun 1995. Beberapa
peristiwa itu (sebagian) adalah sebagai berikut.1)
15
Juni 1995: Desa berpenduduk Islam, Kelang Asaude (Pulau Manipa),
diserang warga Kristen Desa Tomalahu Timur, pada waktu Shubuh.
Penyerangan dikoordinasikan oleh empat orang yang nama-namanya dicatat
oleh MUI.
21
Pebruari 1996 (Hari Raya Iedul Fithri) : Desa Kelang Asaude diserang
lagi. Serangan dilakukan oleh warga Tomahalu Timur dengan menggunakan
batu dan panah. Tiga hari sebelumnya, serombongan orang yang dipimpin
oleh sersan (namanya tercatat) datang ke Desa Asaude, menangkap raja
(kepala desa) berikut istri dan anak-anaknya. Mereka menggeledah isi
rumah dan menginjak-injak peralatan keagamaan.
18
Nopember 1998: Korem 174 Pattimura didemo. Sejumlah besar mahasiswa
Unpatti (Universitas Pattimura) dan UKIM (Universitas Kristen Indonesia
Maluku), yang dimotori oleh organisasi pemuda dan mahasiswanya
menghujat Danrem Kolonel Hikayat. Demonstrasi berlangsung dua hari.
Mereka membakar beberapa mobil keamanan, melukai tukang becak, dan
merusak serta melempari kaca kantor PLN Cabang Ambon. Jatuh korban
luka-luka, baik di pihak mahasiswa maupun kalangan ABRI.
Beberapa
bulan sebelumnya, berlangsung desas-desus dan teror. Isu pengusiran
orang-orang Bugis-Buton-Makassar (BBM) sudah beredar di tengah
masyarakat yang membuat gelisah banyak orang. Mereka kurang bisa
membedakan suku Bugis dan Makassar. Kedua suku ini sebenarnya adalah
satu. Orang-orang Muslim suku lain (non-Maluku) juga diisukan untuk
diusir. Produksi pesanan senjata tajam ditengarai sangat tinggi.
Pesanan dilakukan oleh kelompok tertentu.
Isu
pengusiran BBM memang berbau SARA, terutama yang menangkut suku dan
agama. Entah bagaimana awalnya dari dalam Gereja. yang tepat, isu BBM
bertiup dengan kencang dari kalangan Kristen, bahkan kabarnya disuarakan
oleh Gereja.
Menjelang
akhir Nopember 1998: Sekitar 200 preman Ambon dari Jakarta, yang
bekerja sebagai penjaga keamanan tempat judi pulang kampung. Merekalah
yang memulai bentrok dengan penduduk Ketapang (Jakarta). Karena umat
Islam Jakarta marah, mereka dikepung. Beberapa darinya tewas. Sejumlah
besar yang lain diminta masyarakat agar dievakuasi oleh aparat
keamanan. Sebagian dari mereka - sekitar 200 orang - inilah yang pulang
ke Ambon.
Beberapa 'Test Case' Sebelum Iedul Fithri Berdarah
Setidaknya,
ada tiga peristiwa penting yang dapat dianggap sebagai bagian dari
tragedi Iedul Fithri berdarah 1999. Ketiga peristiwa itu adalah
peristiwa Wailete tanggal 13 Desember 1998, peristiwa Air Bak 27
Desember 1998, dan peristiwa Dobo 14 dan 19 Januari 1999.
Peristiwa-perista
di atas adalah sebuah 'test case' yang dinilai berhasil mendeteksi
keberanian, persatuan dan kesatuan serta kesiapan Ummat Islam se-Ambon
untuk berperang. Kesabaran Ummat Islam yang tengah menyongsong bulan
Ramadhan itu dianggap suatu kelemahan terutama penilaian terhadap suku
Bugis-Buton-Makassar yang kurang kompak. Atas dasar penilaian demikian
itu tampaknya dijadikan peluang untuk mengobarkan Tragedi Iedul Fithri
Berdarah. Hal ini terbukti dengan tiba-tiba didatangkan ratusan preman
dari Jakarta, eks-konflik Jalan Ketapang, Jakarta sebagai pelaku di
lapangan.
Serangan Massa Kristen ke Desa Wailete
13
Desember 1998 : Desa Wailete yang merupakan perkampungan Muslim
masyarakat asal Bugis-Buton-Makasar (BBM) diserang oleh warga Kampung
Hative Besar (Kristen). Ratusan massa Kristen menyerbu dengan batu, dan
membakar kampung Wailete. Serangan dilakukan dua kali pada malam itu
dimana tahap kedua dilakukan secara tuntas membakar habis semua rumah
sehingga penghuni hanya menyelamatkan diri dengan baju yang melekat di
badan saja. Empat rumah dilaporkan terbakar dan satu kios bensin milik
orang Bugis terbakar dan meledak. Penduduk desa tersebut mengungsi.2)
Tidak
pernah ada kejelasan penyelesaian dalam peristiwa itu. Bahkan polisi
tampak ragu menghadapi ancaman warga desa Hative Besar. Keraguan aparat
ini tampak jelas sebagai hasil penghujatan selama demo dengan pecahnya
insiden Batu Gajah. Dalam rangkaian penghujatan lewat berbagai media
massa sebagian berpendapat bahwa oknum Polri telah berhasil digalang
untuk melaksanakan rencana mereka. Surat kabar Suara Maluku tidak
memberitakan peristiwa besar ini secara proporsional, dua kali
pemberitaan yang tidak jelas kemudian menghilang, padahal kasus Batu
Gajah diberitakan luar biasa bahkan tulisan-tulisan dengan ungkapan
Anjing dan Babi masih berulang selama sebulan.
Ummat
Islam yang menjadi panas karena solidaritas Islamiyahnya sebenarnya
mengharapkan adanya reaksi protes, pembelaan dan pertolongan yang
memadai tetapi hal itu tidak terjadi karena para pemimpinnya memang
lemah dan tidak ada tokoh pemersatu. Warga masyarakat desa Hative Besar
telah membuktikan secara nyata isu yang berkembang bahwa suku
Bugis-Buton-Makassar dan Jawa-Sunda akan diusir dari Ambon.
Setelah
aksi pembakaran itu para tokoh desa Hative Besar mengeluarkan
pernyataan bahwa mereka tidak akan menerima kedatangan suku
Bugis-Buton-Makasar lagi ke desa Wailete, karena itu desa Wailete tidak
pernah dibangun lagi, bahkan parapenghuni yang telah melarikan diri itu
tak berani mengunjungi bekas kampungnya. Pemerintah daerah tidak
memasukanpembakaran desa Wailete ini kedalam program rehabilitasi,
dianggap bukan dalam rangka kerusuhan Ambon.3)
Serangan Massa Kristen ke Desa Air Bak Akhir Desember 1998
27
Desember 1998 : Desa Air Bak, yang hanya berpenduduk sekitar 8
keluarga beragama Islam (desa kecil) diserbu warga Desa Tawiri yang
mayoritas beragama Kristen. Pertikaian ini diawali ketika ada Babi
peliharaan masyarakat Tawiri memasuki kebun masyarakat desa Bak Air,
hal seperti ini biasa terjadi. Menghalau dengan lemparan batu saja Babi
akan keluar dari kebun. Kali ini, kejadian ini dijadikan masalah oleh
orang Kristen Tawiri. Orang-orang Muslim dilempari batu. Tidak ada
penyelesaian, malah warga Muslim yang ditahan polisi.
5
Januari 1999 : Di tengah masyarakat beredar isu akan tejadinya
kerusuhan pada Hari Raya Iedul Fithri, meski beberapa penyampaian di
antaranya dengan bahasa yang disamarkan. Di bagian lain bisa dibaca
bagaimana isu itu berkembang di Kampung Batu Gantung Waringin. Seluruh
rumah di situ dibakar dan diruntuhkan. Kampung ini dihuni oleh
mayoritas orang Bugis.
14
Januari 1999 : Kerusuhan pecah di Dobo, kecamatan Pulau Aru (Kepulauan
Tanimbar, Maluku Tenggara). Korban tewas delapan orang. Penyerangan
dilakukan oleh kelompok Kristen tersebut bukanlah yang pertama kali.
Sekitar satu bulan sebelumnya sempat terjadi kontak senjata tradisional
meski dengan skala yang lebih kecil di tempat yang sama.
19
Januari 1999: Hari Raya Iedul Fithri. Kerusuhan pecah lagi di Dobo,
setelah umat Islam melaksanakan sholat Ied. Dikabarkan 14 orang
terbunuh, 10 orang di antaranya adalah orang Kristen. Sebanyak 55 rumah
habis terbakar.
Ketiga
peristiwa di atas jelas telah direncanakan sebelumnya dalam rangka
mencoba rencana besar mereka, yakni pembantaian Muslim Ambon di Hari
Raya Iedul Fithri. Kerusuhan Dobo (14/1) layak dianggap sebagai awal
meletusnya Kerusuhan Ambon. Cukup banyak anggota TNI yang dikirim ke
Dobo sehingga kekuatan TNI di Ambon berkurang dalam jumlah yang
berarti. Jumlah sisanya tidak mampu berbuat apa-apa di kota Ambon pada
tanggal 19 dan 20 Januari, sebelum datangnya bala bantuan TNI dari
tempat lain. Apalagi kemudian, di Dobo, pada Iedul Fithri, juga pecah
kerusuhan lanjutan yang cukup besar.4)
Dikaitkan
dengan Tragedi Iedul Fithri Berdarah, rentetan ketiga peristiwa di
atas harus dianggap sebagai bagian yang tak terpisahkan, atau sebagai
'babak pertama' dari seluruh babak yang berjudul 'Tragedi Iedul Fithri
Berdarah'. Seandainya ummat Islam di Ambon menyatakan protes keras
kepada pihak Kristen yang berpura-pura tidak tahu maka mereka akan ragu
memasuki 'babak kedua', yaitu adegan 'Tragedi Iedul Fithri Berdarah'.
Dengan kata lain Tragedi Iedul Fithri Berdarah itu belum tentu bisa
terjadi karena uji cobanya tidak berhasil, Ummat Islam masih siap dan
kompak, siaga menghadapi setiap kemungkinan.
Begitu
pula Polri, jika betul-betul profesional dan bersungguh-sungguh dalam
menangani kasus di atas, termasuk datangnya ratusan orang kiriman itu,
maka peristiwa yang amat menyakitkan Ummat Islam se Indonesia ini
mungkin tidak akan terjadi. Begitu juga kegelisahan masyarakat luas
akibat munculnya kabar burung bahwa akan ada kekacauan besar ketika
Shalat Iedul Fithri. Jadi sesungguhnya tragedi ini merupakan
ketidak-profesionalan TNI atau lemahnya TNI akibat penghujatan. Jelas
ini merupakan peluang yang mulus bagi golongan untuk merencanakan
rencana makarnya.
Marilah
kita lihat tragedi ini sebagai salah satu bukti rencana strategis
pihak Kristen yang teratur dan terencana, sehingga berhasil demikian
baiknya.5)
Catatan kaki :
1.Menyulut Ambon, Sinansari Ecip, hal 48, Mizan 1999
2.Tragedi Ambon, hal 35, Yayasan Al-Mukminun 1999
3.Konsporasi Politik RMS Kristen Menghancurkan Umat Islam,Rustam Kastor, hal 25, Wihdah Press
4.Menyulut Ambon, Sinansari Ecip, hal 51, Mizan 1999
5.Konsporasi Politik RMS Kristen Menghancurkan Umat Islam,Rustam Kastor, hal 27, Wihdah Press
BAGIAN 1-2-2:IEDUL FITHRI BERDARAH 1999 (2/2) - HARI-HARI PEMBANTAIAN BERLANJUT
Hari-hari Pembantaian Berlanjut ...
Majelis
Ulama Indonesia (MUI) Maluku mengeluarkan catatan resmi rentetan
peristiwa penting pasca pecahnya Tragedi Iedul Fithri Berdarah, 19
Januari 1999. Dokumen ini ditandatangani oleh pemimpin-pemimpin MUI,
orpol, ormas, tokoh-tokoh Islam di Maluku.
Selain
itu, juga ada laporan terperinci berbagai peristiwa tiap hari yang
diterima dan kemudian dikeluarkan secara terbatas oleh Pusat Informasi
dan Komunikasi Umat Islam, Masjid Al-Fatah Ambon, dan Posko Umat Maluku
Tenggara perwakilan Ambon.
Peristiwa-peristiwa
penting itu - dari MUI Pusat, Informasi Al-Fatah, dari Posko Ummat
Maluku Tenggara - sebagian dirangkum, disunting, dan disajikan di bawah
ini.
2
Pebruari 1999 : Insiden terjadi di Terminal Mardika. Seorang penumpang
angkot turun dari mobil dengan tidak mau membayar ongkos. Supir dan
kernet menagihnya tetapi tetap tidak mau membayar bahkan penumpang
tersebut lari. Di saat melarikan diri orang yang melihatnya berteriak
'Copet-copet!' kemudian dikejar massa. Pada saat itu aparat keamanan
yang bertugas di pasar mengeluarkan tembakan. Massa semakin panik
ditambah lagi Patroli Helikopter juga mengeluarkan tembakan. Tidak
berapa lama kemudian, terjadi pengejaran warga Islam di kantor-kantor
pemerintah yang berada di wilayah pemukiman Kristen, seperti di Kanwil
Depsos Karang Panjang dan Dinas Pertaninan Tanaman Pangan Dati I Maluku
di Tanah Tinggi. Pegawai beragama Islam bahkan ada yang diparang di
halaman kantornya (Depsos). Tiga karyawan Depkes dicegat ketika pulang
melewati SMP Negri I, yang beragama Islam diancam dan ditikam.
11.00
WIT : Enam orang pejabat yang akan menghadiri pertemuan dengan lima
Menteri di kantor Gubernur Maluku, di Ambon, terjebak barikade dan
diancam dengan kekerasan.
Seorang Bugis dibacok di Gang Singa, Belakang Soya, hingga meninggal.
SMEA Negri I Ambon di Karang Panjang diserang oleh para pemuda dari Pondok Paty. Empat kendaraan roda dua dibakar.
3
Pebruari 1999 : Pagi hari, di Karang Tagepe, Kuda Mati, terjadi
perusakan atas empat rumah warga Muslim. Rumah-rumah warga Muslim yang
belum dibakar atau dirusak akan diratakan dengan tanah. Para pengungsi
dari Karang Tagepe berada di dalam tenda-tenda di lingkungan transmisi
RCTI/SCTV Gunung Nona. Mobil dan kendaraan roda dua dibakar.
Rumah-rumah telah dibakar atau dirusak.
Makar Kristen di Kairatu dan Pembantaian di Desa Waraloki
Pukul
14.00 WIT : Diadakan jamuan makan 'Patita Damai' warga Kairatu,
Rumberu dan Rumaitu di satu pihak dan masyarakat Muslim Kairatu.
Ternyata ada rencana jahat pihak Kristen. Mereka datang dengan
persenjataan lengkap seperti panah, dan tombak, sehingga suasana pesta
itu bukan dijadikan wahana Perdamaian melainkan justru berubah menjadi
ajang pertempuran. Dalam insiden itu 4 orang warga Muslim terkena
panah. Pertikaian meluas menjadi pembakaran pasar, dan rumah-rumah
warga Muslim di sekitar Masjid.
4
Pebruari 1999 : Pukul 05.30 WIT warga Desa Waraloki yang sedang
melaksanakan Shalat Shubuh diserang oleh massa Kristen dari Desa
Kamariang, Sariawang (orang gunung) dan juga warga Kristem lainnya,
dengan formasi penyerangan berbentuk huruf L. Dalam insiden itu 7 orang
warga Muslim Waraholi terbunuh, salah satunya adalah gadis cilik
berumur delapan tahun. Menurut saksi, gadis cilik ini dianiaya lebih
dahulu sebelum dibunuh. Satu jam kemudian penyerang dipukul mundur.
Pukul
07.00 WIT : Terjadi penyerangan kedua yang tidak dicegah oleh aparat
keamanan yang dipimpin oleh Letda Sitorus. Perusuh dilepas dan akhirnya
lari ke gunung. Warga yang melihat keadaan tersebut berkata agar
pelaku perusuh ditembak, tetapi oknum aparat mengatakan bahwa pelurunya
telah habis. Dalam insiden itu 52 rumah hancur dan kebanyakan korban
adalah orang Buton.
Pukul
10.30 WIT : Kota Kairatu kembali diserang oleh massa Kristen yang
datang dari kampung-kampung yang berada di pegunungan, sehingga 40
rumah terbakar.
5
Pebruari 1999 : Pagi hari, kerusuhan kembali terjadi di Kairatu,
berupa pembakaran di Kairatu. Masyarakat Desa Pelauw (mayoritas Muslim)
bergerak maju menuju Kairatu untuk mengevakuasi masyarakat Muslim. Pada
malam harinya, rumah-rumah dan masjid dilempari batu.
Kerusuhan
juga terjadi di Dusun Alinong. Sejumlah massa Kristen Kuda Mati
menyerang warga Muslim Dusun Alinong. Jalan menuju Karang Tagepe di
Kuda Mati dibarikade dengan batang-batang kayu. Sejumlah 25 keluarga
minta tolong untuk dievaluasi. Imam Masjid Al-Muqaram Kampung Karang
Tagepe (Kuda Mati) dengan istrinya ditemukan meninggal oleh polisi di
ruang tamu rumahnya. Tubuhnya terlilit kabel listrik telanjang. Pada
pukul 10.00 WIT massa Kristen Kamariang menyerang lagi, tetapi berhasil
dihalau.
Desa Batu Merah Diguncang Bom
8 Pebruari 1999 : Pukul 08.00 WIT pertama kalinya Desa Batu Merah dilempari dengan bom-bom rakitan.
13
Pebruari 1999 : Tertangkap 6 orang warga Kristen asal Maluku Tenggara
yang melecehkan Islam dengan menghujat Rasulullah dan menulis 'Yesus
Maju Terus' pada rumah warga Muslim di simpang tiga Air Besar
STAIN-Ahuru.
Pembantaian Muslim di Pulau Haruku, Maluku Tengah
14
Pebruari 1999 : Di Pulau Haruku, Maluku Tengah, warga Kariu yang
beragama Kristen dibantu beberapa orang aparat membantai warga Muslim
Pelauw. Dilaporkan 15 warga Muslim terbunuh dan 43 lainnya luka berat
akibat terkena tembakan dan granat. Tercatat, empat anggota Polisi
terlibat dalam aksi penyerangan itu. Mereka adalah Serka Loupatty,
Serta Titir Loloby, Serda Hendrik Nandatu dan Latumahina.
Ketegangan Terjadi Lagi di Passo
17
Pebruari 1999 : Pagi hari terjadi lagi ketegangan di Passo. Awalnya
sebuah mobil truk dari Hitu menuju Ambon yang dilempari batu. Penghuni
Kristen di kiri kanan jalan keluar sambil membawa parang dan panah.
Kaca mobil dipecah dan aparat keamanan yang berada di tempat kejadian
tidak bereaksi. Menurut keterangan korban, ada barikadi di jalan mulai
di Negeri Lama sampai dengan pasar, menggunakan batu, drum, dan batang
pohon. Tiap mobil yang lewat penumpangnya ditanyai. Dua orang warga
Hitu yang menumpang mobil lain ditahan karena membawa senjata tajam,
sementara massa Kristen yang berkumpul di situ - dengan membawa
berbagai senjata tajam - dibiarkan begitu saja oleh aparat.
Dua
jam kemudian, ada sebuah mobil Kijang menuju Hitu ditumpangi warga
Muslim. Pengemudinya dipanah oleh warga Kristen Desa Passo, mobil
dilempari. Para penyerang tidak diamankan oleh aparat keamanan yang ada.
Ambon Terus Bergolak
18
Pebruari 1999 : Ambon kembali diguncang bom. Peledakan itu terjadi
pada hari Kamis (18/2), pukul 1.00 WIT, dini hari. Smentara itu
pemerintah melaporkan ada 81 berkas kasus kerusuhan Ambon yang siap
disidangkan dengan menjerat 192 tersangka.
22
Pebruari 1999 : Terjadi bentrokan berdarah antara warga Muslim dan
warga Kristen. Peristiwa ini menyusul aksi pembakaran 15 rumah warga
Muslim di Batu Merah Dalam, Ambon dan satu buah Masjid di Ihamahu,
Maluku Tengah. Sedikitnya 9 orang terbunuh dan puluhan lainnya
luka-luka.
23
Pebruari : Puluhan bom dilemparkan ke perkampungan Muslim di Batu
Merah Dalam, Kodya Ambon. Puluhan rumah musnah terbakar. Dilaporkan 15
orang terbunuh, 13 orang tidak diketahui nasibnya dan 34 orang
luka-luka.
Dikabarkan
banyak murid sekolah yang dipulangkan, terutama di Galunggung Batu
Merah, Kapaha dan sekitarnya. Seorang ibu hamil berjilbab yang pulang
dari pasar ketika melewati Gereja Bethabara, Batu Merah Dalam diejek
sekelompok orang, tetapi tidak dihiraukan. Ia sempat ditendang. Ini
terjadi pada pukul 09.00 WIT.
Memasuki
tengah hari, terjadi kerusuhan di Desa Batu Merah Bawah dengan
pelemparan beberapa bom rakitan dari arah Batu Merah Atas. Terjadi juga
pembakaran warga Muslim di Dusun Rinjani (Desa Batu Merah).
Sampai
akhir Pebruari 1999 banyak terjadi insiden di berbagai tempat. Serang
menyerang ini dilakukan dengan lemparan batu, lemparan bom, pemanahan,
pencegatan, pemukulan, pembacokan, perusakan, penjarahan dan pembakaran
rumah.
Jama'ah Sholat Shubuh Ahuru Dibantai
1
Maret 1999 : Sejumlah massa membantai warga Muslim Ahuru, Kodya Ambon,
yang tengah melaksanakan Shalat Shubuh berjama'ah di Masjid Al-Huda.
Sembilan orang terbunuh. Dua orang bocah, Mansyur (7) dan Parman (1.5)
lolos dari serangan brutal ini. Aparat Polisi diduga terlibat dalam aksi
penyerangan ini. Dilaporkan pula bahwa di kawasan Kopertis, Kodya
Ambon, juga terjadi penyerangan yang diikuti pembakaran sebuah Masjid.
1)
Passo Bergolak Lagi
8
Maret 1999 : Terjadi kerusuhan lagi di Passo. Lewat tengah hari,
sebuah Mikrolet dari Tulehu yang dikawal 3 orang Polisi dihadang massa
di tikungan Jalan Baru Passo. Penumpangnya ditanya, agamanya Kristen
atau Islam. Pak Sopir diseret keluar, lalu lehernya dibacok. Para
penumpangnya juga diseret keluar, dibawa ke rumah warga setempat, alu
diinterogasi. Mereka yang mengaku beragama Kristen diminta beribadah
menurut cara Kristen.
Pada
tengah malam, dilaporkan ada kebakaran di dekat Masjid Jabal Tsur,
Benteng Atas. Diterima kabar lain kemudian bahwa yang terbakar adalah
satu rumah warga Muslim dan empat rumah warga Kristen. Keadaan dapat
dikendalikan aparat keamanan. Masjid Jabal Tsur sejak petang hingga
Shubuh menjadi sasaran pelemparan. Esok paginya, sekitar pukul 05.00
WIT, masjid itu dilempari bom, tetapi tidak menimbulkan korban.
Catatan kaki :
1.Menyulut Ambon, Sinansari ecip, hal 97, Konspirasi Politik RMS Kristen, Rustam Kastor, hal 185.
2.Tragedi Ambon, hal. 50, Yayasan Al-Mukminun.
BAGIAN 1-3 : BELUM HABIS AMBON, TERBITLAH TUAL
Belum
habis tangis di Ambon, kerusuhan merembet ke kota Tual, Maluku
Tenggara, pada akhir Maret 1999. Menurut informasi dari Posko Umat Islam
Al-Huriyah 45, kerusuhan itu berawal pada hari Sabtu (27/3).
Peristiwa-peristiwa provokasi terjadi di Maluku Tenggara, setelah
kerusuhan Dobo (yang juga termasuk Maluku Tenggara). Kerusuhan dipicu
oleh sejumlah tulisan yang isinya menghujat Nabi Muhammad SAW, yang
terlihat di tembok rumah milik Abdullah Koedubun, salah seorang PNS
pada Kantor Bupati Maluku Tenggara.1)
Berikut kronologi tragedi berdarah di Tual, Maluku Tenggara.
28
Maret 1999 : Beberapa pemuda Muslim dipimpin Abdullah Koedubun, yang
tergabung dalam Persatuan Pemuda Muslim Kota Tual (PPMKT) melakukan
unjuk rasa di halaman kantor Polisi Maluku Tenggara. Mereka
menyampaikan protes atas pelecehan terhadap Nabi Muhammad SAW.
Pukul
16.00 WIT, seorang warga Kristen bernama Ulis Karmomyanan menyebar
berita bohong bahwa rumah ibunya di bakar pihak Muslim. Dengan cepat
berkembang bahwa umat Kristen Desa Taar dan Un akan menyerang ummat
Islam kota Tual. Ketegangan pun tak dapat dihindarkan.
Pukul
20.00 WIT, datang segerombolan warga Kristen Desa Taar ke wilayah
Wearhid yang mayoritas beragama Islam. Meski jarak antara Desa Taar
dengan Desa Wearhir sekitar 2 km, sekitar 5.000 orang telah siap
melakukan penyerangan ke desa-desa Muslim di Tual.
Massa
Kristen Desa Taar, melakukan penyerbuan dengan lemparan batu ke arah
rumah-rumah penduduk Muslim. Beberapa rumah dikabarkan rusak.
29
Maret 1999 : Sejak pukul 4.00 WIT, sekitar 500 massa Kristen bergerak
dari pos pengamanan bersama, yang dikuasainya, menuju rumah Said
Rewarin. Merela melempari dan merusak rumah Said sambil berteriak,
'Hidup Jesus', 'Bunuh saudara Karim Renwarin dan adik-adiknya!'. Namun,
hal itu tidak berlangsung lama. Pihak Muslim yang mendengar kegaduhan
langsung berkumpul dan menghalau massa Kristen sambil berterian 'Allahu
Akbar!'. Bentrok fisik pun tidak dapat terelakkan. Akhirnya, massa
Kristen berhasil dipukul mundur hingga ke pos pengamanan bersama.
Beberapa rumah dilaporkan terbakar.
31
Maret 1999 : Penyerangan massa Kristen terhadap permukiman Muslim di
Desa Wearhir kembali terjadi. Bentrok fisik kembali terjadi dengan
beberapa korban jatuh dari kedua belah pihak. Hingga siang hari, pihak
Muslim berhasil menghalau massa Kristen.
Pukul
15.00-24.00 WIT, situasi mulai mereda. Tidak terjadi pertikaian lagi
antara dua belah pihak. Berapa Pastor Katholik berupaya berunding
dengan pihak Muslim, dimana mereka meminta agar tempat ibadah orang
Katholik tidak diserang, sebab mereka tidak memihak kelompok Kristen.
Pihak Muslim menerima permohonan tersebut.
1
April 1999 : Pukul 05.00 WIT Shubuh, terdengar beberapa rentetan
tembakan peringatan dari pihak keamanan. Dua jam kemudian terdengar
lagi rentetan tembakan yang lebih lama.
Pukul
07.30 WIT, seorang pemuda Muslim bernama Syarif (17) pelajar kelas III
SMA di Lodarel Tual, terkena panah besi. Panah tersebut menancam di
dada kirinya, lebih kurang 10 cm. Syarif akhirnya terwas. Selain
Syarif, jatuh pula korban dari pihak Muslim, yaitu Abdul Ghani Tamber
(36), yang dikenal sebagai pimpinan perang, dan Muhammad Taher Penboran
(35). Mereka terbunuh akibat tembakan di dekat Gereja Ston, dari laras
senjata oknum Polisi bernama Anton dan Miru dari Angkatan Darat.
Pukul
10.00 WIT, terjadi lagi pembakaran rumah-rumah milik warga Muslim,
oleh massa Kristen, di komplek kuburan Cina dan belakang PLN lama.
Pihak Muslim segera melakukan serangan balasan tersebut. Beberapa aparat
keamanan yang bertugas melakukan penembakan terhadap kaum Muslimin,
yang mengakibatkan 3 orang terbunuh, sementara beberapa orang luka
berat dan ringan. Tidak kurang 70 rumah terbakar.
Pada
hari yang sama, terjadi perusakan yang disertai pembakaran rumah-rumah
warga Muslim oleh massa Kristen, di komplek belakang Dragun Lama,
Kelurahan Ohoijang RT 04/02, yang dipimpin oleh Buce Raharna, PNS
Statistik Maluku Tenggara. Seorang pengurus DPC Partai Persatuan
Pembangunan (PPP) Tual, melihat peristiwa tersebut. Buce Rahanra juga
berusaha memotong lengan seorang ibu bernama Salija Wattimena, namun
atas izin Allah, parang orang kafir itu tidak mampu melukai korban.
Jum'at
2 April 1999 : Terjadi penyerangan dari desa-desa Kristen di Kliwat,
Sather, Soindat, dan Weduar terhadap desa Larat yang Muslim, di
Kecamatan Key Besar. Akibat serangan ini, umat Islam di desa tersebut
memutuskan untuk tidak melaksanakan shalat Jum'at, namun pelaksanaannya
diganti dengan sholat Dzuhur berjama'ah di masjid Ar-Rahman.
Sebelumnya,
telah terjadi perjanjian damai antara Umat Katholik dengan ummat
Islam. Pagi harinya ummat Islam melakukan penjagaan di Gereja Katholik
untuk pengamanan ibadah Paskah, dan massa Kristen berhasil dihalau.
Pukul
13.00 WIT : Umat Katholik ganti menjaga umat Islam yang tengah
melaksanakan Sholat Dzuhur berjama'ah di Masjid Ar-Rahman Desa Larat,
Tual. Ketika ummat Islam baru saja selesai menunaikan shalat Dzuhur
berjama'ah, sekelompok massa Kristen tiba-tiba datang menyerang dan
melemparkan bom ke dalam Masjid. Jama'ah di dalam Masjid mereka bantai.
Seketika itu juga jatuh korban sembilan orang Muslim, termasuk imam
Masjid Ar-Rahman H. AH. Rahanyamtel. Seorang jama'ah Masjid bernama
Kabir Rahayaan dibantai, tumbuhnya dipotong-potong kemudian dibungkus
dengan sajadah dan hambal (karpet). Bungkusan mayat itu lantas
diletakkan di bawah mimbar masjid dan disiram minyak, lalu dibakar.
Menurut seorang saksi mata, serangan pihak Kristen tampak terorganisir
rapi.
3
April 1999 : Massa Kristen dari desa Ohoiet, Ngifut, Ohoirenan,
melakukan penyerangan dan pembakaran rumah-rumah warga Muslim di
Ohoiwait.
Di
hari yang sama, sekitar pukul 05.00 WIT juga tejadi penyerangan
disertai pembakaran rumah-rumah milik Muslim di Kecamatan Key Besar,
antara lain Desa Sungai, Ngafan, dan Wafol. Sejumlah rumah hangus
terbakar, sementara korban luka-luka teridentifikasi sebanyak 3 orang.
Akibat
serangan-serangan itu, sekitar seribu orang warga Muslim dari berbagai
desa, dan 400 orang dari Desa Larat mengungsi. Mereka diangkut oleh
kapal Perang yang besar.
Massa
Kristen kembali melakukan serangan tahap kedua, hari itu, di desa
Larat. Para perusuh Kristen membakar tidak kurang seratus rumah warga
Muslim, sebuah sekolah, sebuah Puskesmas, dan sebuah Masjid. Suasana di
Key Besar sangat mencekam. Menurut seorang ketua Posko Satgas MUI Tual,
seluruh kecamatan telah menjadi puing, banyak rumah penduduk dibakar
secara keji.
5
April 1999 : Serangan demi serangan masih berkelanjutan. Sekitar pukul
20.00 WIT, Kantor Bupati Tual dibakar. Demikian pula sejumlah rumah
milik Muslim dibakar oleh para perusuh Kristen. Setelah merusak
rumah-rumah itu, mereka melakukan penjarahan besar-besaran, mengangkut
segala harta benda yang ada. Setelah itu baru rumah-rumah tersebut
dibakar. 2)
Posko
Ummat Al-Huriyah 45, Tual, melaporkan pada Palima KODAM TRIKORA, bahwa
beberapa desa Katholik di Kecamatan Key Besar : Desa Watsin dan Desa
Bombai, telah ikut aktif melakukan penyerangan, pembakaran dan
pembunuhan terhadap umat Islam di pesisir Utara Barat, Kecamatan Key
Besar. Perbuatan keji ini bertentangan dengan pernyataan sikap Gereja
Katholik yang ditandatangani Wakil Uskup Paroki Key Aru di Tual.
Laporan
tersebut juga memuat keterlibatan aparat kepolisian Maluku Tenggara
dalam memerangi ummat Islam. Para anggota polisi yang beragama Kristen
menyebar ke pinggiran kota Tual dengan menyamar sebagai preman dan
dipersenjatai untuk melakukan penembakan terhadap Muslim.
Laporan
itu juga memuat nama-nama aparat keamanan yang terlibat, yakni : Serda
Buce Buluroy (Provost Polres Maluku Tenggara, Serma (Pol) Buce
Yambornias, Peltu (Polwan), Ati Titaley, Sema (Pol) Natur Sarkol, Serka
(Brimob) Frans Naraha, Serda Miru (anggota Kodim 1503 Maluku Tenggara),
dan Serda (Pol) Febby Helyanan. Posko Umat Al-Huriyah 45-Tual,
Kabupaten Maluku Tenggara
1 komentar:
Awal nya itu dari preman" luar yang bermasalah denga preman atau geng va geng
Posting Komentar