Kamis, 15 Oktober 2015

nahwu dan sorrof

Astaghfirullah! Astaghfirullah!
Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Tahu. Demi Allah, Kala itu, saya melihat orang-orang berteriak, Yaa Husain! Yaa Husain!”, di saat di mana jamaah haji yang lain beristigfar kepada Allah Ta’ala.
Saya sempat menegur mereka itu, “Ays ‘Yaa Husain’? ‘Yaa Allah as sohih (Kok ‘Ya Husain? ‘Ya Allah’ yang benar).”
Mereka (para penyeru Husain. Red) datang dari arah yang berlawanan. Bahkan saya melihat orang-orang hitam ada juga yang berteriak “Ya Husain!”. Saya tidak mengatakan merekalah yang memulai kekacauan, tapi mari kita yang menilainya. Inilah realita yang ada.
Bagaimana pelayanan  Pemerintah Arab kala itu?
Pelayanan Arab Saudi luar biasa. Bahkan ketika saya menjenguk temanku, saya dapati pejabat-pejabat (Kerajaan) yang menjenguk langsung ke rumah-rumah sakit.
Ada salah satu pejabat yang marah ketika mendapati pelayanan rumah sakit yang terlihat kurang memuaskan. Pejabat itu marah-marah sembari berharap kepada petugas rumah sakit agar memberikan pelayanan dan perhatian terbaik, apalagi korban adalah duyufurrahman (tamu-tamu mulia).
Saya berharap, ke depan, setiap jamah haji dibekali peta dan letak kemah masing-masing. Karena ini sangat membantu mereka dalam berhaji. Kalau perlu satu orang satu peta. Dan pelaksanaan manasik haji kalau perlu sampai benar-benar matang.
Harapan saya juga, Arab Saudi harus lebih ekstra lagi dalam meminimalisir masuknya orang-orang Syiah (sebagai jamaah calon haji. Red).
Kalau ada kesempatan di lain waktu, apakah Anda ingin kembali berhaji?
Berdasarkan tuntunan al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, ibadah haji sebenarnya cukuplah sekali pelaksanaan dalam hidup seseorang. Selama pelaksanaannya benar-benar shahih memenuhi syarat, rukun-rukun haji, dan ketentuan lainnya. Haji yang selebihnya (kedua dan seterusnya) terhitung sunnah.
Namun, seorang Muslim mana yang nggak akan rindu akan kehadiran bulan haji dan melaksanakan haji lagi. Karena betapa nikmatnya amalan tersebut bagi yang bisa menjiwai.
Maka dari itu, secara pribadi saya sebenernya ingin berangkat kembali pada kesempatan yang akan datang, insya Allah. Insya Allah saya akan meniatkan untuk kakek serta nantinya lagi untuk nenek ana (saya).
Tidak takut kejadian serupa musibah Mina terulang lagi?
Sebenarnya kalau membahas ini, jelas adanya perkara ini berhubungan dengan keimanan kita kepada takdir yang diberikan oleh Allah. Secara pribadi ana sih nggak ada takut akan kejadian itu terulang kembali.
Karena semua hal sudah dituliskan bagaimana takdir kita, termasuk bagaimana keadaan kita ketika ajal menjemput, su’ul khotimah-kah atau khusnul khotimahkah. Seharusnya yang perlu kita sedihkan adalah diri kita ini, bagaimanakah takdirnya nanti? Bagaimanakah akhir hayat kita nanti? Allahu musta’an.
Pesan Anda untuk umat Islam Indonesia khususnya yang belum berhaji?
Bagi kita semua, jangan sampai berburuk sangka kepada Allah dalam ujian ini. Apapun keputusan Allah itulah yang terbaik bagi kita. Wajib bagi kita untuk ber-khusnudzon kepada Allah. Karena Allah-lah yang hakekatnya mengetahui mana yang terbaik bagi kita.
Dengan kejadian kemarin, secara pribadi ana menganggap, sekian banyak kaum Muslimin ahlus sunnah wal jama’ah yang jadi korban itu bisa syahid, insya Allah. [Baca: PP Muhammadiyah Doakan Jamaah Haji yang Wafat Husnul Khatimah]
Yang jelas di akhirat nanti, orang yang syahid sangat menguntungkan pihak keluarga, kerabat dekat, dan sahabat-sahabatnya. Yaitu dengan adanya syafaat 70 orang yang sesuai diinginkan si syahid, dari orang-orang yang dicintai serta disayanginya ketika di dunia ini.
Memang betul, untuk menyikapi dengan sabar dan pasrah akan keadaan yang diterima oleh pihak keluarga sangatlah sulit. Apalagi keluarga yang masih begitu terikat erat hatinya kepada dunia ini. Kecuali Muslimin dan Muslimah yang senantiasa ikhlas dalam peribadahan kepada Allah, serta yang mendapat bantuan-Nya!


Tidak ada komentar: