Ketua MPR Zulkifli Hasan menegaskan penolakannya terhadap revisi UU
Terorisme, apabila dengan revisi tersebut nantinya membuat aparat lebih
represif dalam bertindak.
“Poin-poin dalam revisi UU Terorisme hanya terkait dengan pencegahan, namun jika revisi membuat aparat lebihb represif, saya menolak rencana revisi UU Terorisme tersebut,” ujarnya kepada Kiblat.net saat tiba di gedung DPR usai dari Istana Presiden, Jakarta, Rabu (20/01).
Sebelumnya, Ketua MPR Zulkifli Hasan turut hadir dalam diskusi bersama Presiden Joko Widodo, Wapres Jusuf Kalla dan beberapa pejabat lainnya. Mereka tengah membahas revisi UU terorisme yang belakangan ini ramai di pemberitaan pascaperistiwa Bom Thamrin.
Zulkifli berargumen, ia tidak setuju untuk merevisi UU terorisme apabila revisinya terkait perluasan dalam bentuk penindakannya bukan hanya sebatas untuk perluasan pencegahan.
“Saya setuju untuk merevisi UU terorisme, tapi hanya sebatas untuk perluasan pencegahan, bukan penindakannya,” ungkapnya.
Zulkifli menerangkan, perluasan pencegahan itu mencaku aturan terkait orang yang bermufakat jahat, pergi ke Suriah ikut ISIS, dan semacamnya.
Dalam kesempatan itu Guru Besar Hukum Tata Negara Jimly Ashidiqi juga mengatakan warga negara Indonesia yang gabung ke ISIS bisa dicabut. “Tidak ada lapor tiba-tiba berangkat melalui negara antah berantah bisa dicabut kewarganegaraannya. Jadi perluasan pencegahan,” kata Zulkifli mengutip pernyataan Jimly Ashidiqi.
Termasuk di dalamnya ialah pencegahan terkait peran kepala daerah dan masyarakat karena aktivitas terorisme banyak terjadi di daerah. Lainnya adalah pencegahan terkait aktivitas pelatihan yang berbau teror.
“Nah hal-hal itu perlu disempurnakan. Sementara, kalau Perppu memang Presiden (yang menghadapi) kalau ada pro kontra,” imbuhnya.
Zulkifli menceritakan, dalam pertemuan bersama Presiden, Wapres, Ketua DPR, serta sejumlah pejabat negara menegaskan kesepahamannya dalam menindaklanjuti revisi UU terorisme itu.
“Bahkan Pak Presiden mengatakan sebaiknya apa nggak tidak membuat UU baru, kalau revisi apa nggak tambal sulam. Hanya Pak Presiden mengatakan perlu diambil keputusan cepat dalam situasi seperti ini,” tuturnya.
Menurutnya, dalam diskusi itu opsi Perppu diperbincangkan karena menjadi cara yang paling cepat untuk merevisi atau menyusun UU. Namun hal itu selalu menjadi pro kontra, dan itu akan menjadi tanggungjawab Presiden.
“Tadi saya sarankan kalau mau tertib, revisi UU, karena ini perluasan pencegahan sifatnya. Nampaknya Presiden akan merevisi UU, itu lebih tertib adminsitrasi,” ujarnya.
“Memang ada pilihan Perpu cepat, tapi kalau ada pro kontra Presiden sendiri yang hadapi,” imbuh Zulkifli.
“Poin-poin dalam revisi UU Terorisme hanya terkait dengan pencegahan, namun jika revisi membuat aparat lebihb represif, saya menolak rencana revisi UU Terorisme tersebut,” ujarnya kepada Kiblat.net saat tiba di gedung DPR usai dari Istana Presiden, Jakarta, Rabu (20/01).
Sebelumnya, Ketua MPR Zulkifli Hasan turut hadir dalam diskusi bersama Presiden Joko Widodo, Wapres Jusuf Kalla dan beberapa pejabat lainnya. Mereka tengah membahas revisi UU terorisme yang belakangan ini ramai di pemberitaan pascaperistiwa Bom Thamrin.
Zulkifli berargumen, ia tidak setuju untuk merevisi UU terorisme apabila revisinya terkait perluasan dalam bentuk penindakannya bukan hanya sebatas untuk perluasan pencegahan.
“Saya setuju untuk merevisi UU terorisme, tapi hanya sebatas untuk perluasan pencegahan, bukan penindakannya,” ungkapnya.
Zulkifli menerangkan, perluasan pencegahan itu mencaku aturan terkait orang yang bermufakat jahat, pergi ke Suriah ikut ISIS, dan semacamnya.
Dalam kesempatan itu Guru Besar Hukum Tata Negara Jimly Ashidiqi juga mengatakan warga negara Indonesia yang gabung ke ISIS bisa dicabut. “Tidak ada lapor tiba-tiba berangkat melalui negara antah berantah bisa dicabut kewarganegaraannya. Jadi perluasan pencegahan,” kata Zulkifli mengutip pernyataan Jimly Ashidiqi.
Termasuk di dalamnya ialah pencegahan terkait peran kepala daerah dan masyarakat karena aktivitas terorisme banyak terjadi di daerah. Lainnya adalah pencegahan terkait aktivitas pelatihan yang berbau teror.
“Nah hal-hal itu perlu disempurnakan. Sementara, kalau Perppu memang Presiden (yang menghadapi) kalau ada pro kontra,” imbuhnya.
Zulkifli menceritakan, dalam pertemuan bersama Presiden, Wapres, Ketua DPR, serta sejumlah pejabat negara menegaskan kesepahamannya dalam menindaklanjuti revisi UU terorisme itu.
“Bahkan Pak Presiden mengatakan sebaiknya apa nggak tidak membuat UU baru, kalau revisi apa nggak tambal sulam. Hanya Pak Presiden mengatakan perlu diambil keputusan cepat dalam situasi seperti ini,” tuturnya.
Menurutnya, dalam diskusi itu opsi Perppu diperbincangkan karena menjadi cara yang paling cepat untuk merevisi atau menyusun UU. Namun hal itu selalu menjadi pro kontra, dan itu akan menjadi tanggungjawab Presiden.
“Tadi saya sarankan kalau mau tertib, revisi UU, karena ini perluasan pencegahan sifatnya. Nampaknya Presiden akan merevisi UU, itu lebih tertib adminsitrasi,” ujarnya.
“Memang ada pilihan Perpu cepat, tapi kalau ada pro kontra Presiden sendiri yang hadapi,” imbuh Zulkifli.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar