Wakil Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan MUI Pusat, Brigjen
(Pol) Anton Tabah menyatakan dalam revisi UU terorisme, aparat harus
jelas dalam hal penetapan pelaku. Hal ini penting dilakukan supaya
aparat tidak main-main dengan hukum.
Ia juga meminta agar aparat melakukan rehabilitasi dan mengganti rugi jika terjadi salah tangkap terhadap mereka yang dituduh pelaku teroris.
“Dalam merevisi harus jelas, kalau aparat salah tangkap harus didenda, misalkan kalau dia luka berat berapa milyar, kalau meninggal berapa milyar, itu harus jelas,” ujar Anton melalui sambungan telepon kepada Kiblat.net, tadi malam (25/01).
Dalam revisi UU terorisme tersebut, selain ada program deradikalisasi, Anton juga menyarankan supaya adanya gerakan deliberalisasi. Karena, paham liberal juga sangat berbahaya mengancam akidah dan bertentangan dengan pancasila.
“Tak kalah penting juga progam deliberalisasi, karena paham liberal juga sangat berbahaya, selain mengancam aqidah juga bertentangan dengan Pancasila,” tegasnya.
Anton menyarankan, dalam menyusun progam deradikalisasi harus melibatkan beberapa lembaga terkait, seperti Majelis Ulama. Sebab, penafsiran ajaran agama harus melibatkan sejumlah tokoh agama.
Ia mencontohkan terkait ayat ‘rahmatan lil alamin’ yang sering kali dianggap sebagai ayat toleransi padahal Rasulullah SAW tidak mencontohkan seperti itu.
“Rahmatan lil alamin itu bukan toleransi, Rasulullah itu yang rahmatan lil alamin, toleransi itu ‘lakum dienuqum waliyadin’, karena toleransi diartikan rahmatan lil alamin banyak orang yang kebablasan. Misalkan, ada ormas Islam yang toleransi dengan menjaga gereja dan semacamnya,” pungkasnya.
Ia juga meminta agar aparat melakukan rehabilitasi dan mengganti rugi jika terjadi salah tangkap terhadap mereka yang dituduh pelaku teroris.
“Dalam merevisi harus jelas, kalau aparat salah tangkap harus didenda, misalkan kalau dia luka berat berapa milyar, kalau meninggal berapa milyar, itu harus jelas,” ujar Anton melalui sambungan telepon kepada Kiblat.net, tadi malam (25/01).
Dalam revisi UU terorisme tersebut, selain ada program deradikalisasi, Anton juga menyarankan supaya adanya gerakan deliberalisasi. Karena, paham liberal juga sangat berbahaya mengancam akidah dan bertentangan dengan pancasila.
“Tak kalah penting juga progam deliberalisasi, karena paham liberal juga sangat berbahaya, selain mengancam aqidah juga bertentangan dengan Pancasila,” tegasnya.
Anton menyarankan, dalam menyusun progam deradikalisasi harus melibatkan beberapa lembaga terkait, seperti Majelis Ulama. Sebab, penafsiran ajaran agama harus melibatkan sejumlah tokoh agama.
Ia mencontohkan terkait ayat ‘rahmatan lil alamin’ yang sering kali dianggap sebagai ayat toleransi padahal Rasulullah SAW tidak mencontohkan seperti itu.
“Rahmatan lil alamin itu bukan toleransi, Rasulullah itu yang rahmatan lil alamin, toleransi itu ‘lakum dienuqum waliyadin’, karena toleransi diartikan rahmatan lil alamin banyak orang yang kebablasan. Misalkan, ada ormas Islam yang toleransi dengan menjaga gereja dan semacamnya,” pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar