Sekretaris Eksekutif Komisi Keadilan dan Perdamaian pada Konferensi
Waligereja Indonesia (KWI), Romo Siswantoko menegaskan revisi
Undang-undang terorisme harus menjadi perhatian bersama aparat negara.
Menurutnya, Polri dan harus bersungguh-sungguh bersinergi bersama antara
BIN, TNI dan aparat negara lainnya.
“Pada dasarnya kami mendukung revisi UU terorisme hanya saja memang perlu disertai dengan gerak bersama, artinya aparat itu harus sungguh-sungguh bekerja secara sinergis. BIN, TNI dan Polri itu harus segera bersama kalau ini memang kita jadikan ancaman bersama,” ujarnya usai rapat dengar pendapat umum bersama Pansus RUU Minol di gedung parlemen, Senayan, Jakarta, belum lama ini.
Romo Siswantoko juga mengkritisi bahwa dalam penanganan kasus terorisme jangan sampai ada pernyataan BIN kecolongan. Sehingga, kasus terorisme sudah terjadi, aparat baru bergerak.
“Jangan sampai ada cerita BIN kecolongan, artinya BIN sudah mendengar ada warning akan ada ‘konser berdarah’ tapi kok nggak tau waktunya, gitu kan.. Nah, ini kan sesuatu yang membuat masyarakat bertanya-tanya, kok kerjanya hanya begitu saja,” ungkap pria bernama lengkap Romo Paulus Christian Siswantoko ini.
Romo Siswantoko juga yakin revisi UU Terorisme ini akan sukses diundang-undangkan dan dapat segera diterapkan.
“Yang jelas, antara PERPPU dan UU lebih tinggi UU. Dan saya yakin, UU akan gol, hanya saja harus UU itu harus membawa perubahan dan sampai ke bawah. Secara structural legislative, kan paling tinggi undang-undang tapi kadang-kadang tidak sampai ke bawah dan tidak membawa perubahan.”
Kendati demikian, Romo Siswantoko menyampaikan kekhawatirannya tentang diberlakukan revisi undang-undang terorisme. Menurutnya, aparat harus memperbaiki mentalnya sehingga bisa menegakkan undang-undang berdasarkan keadilan. Ia menyayangkan peristiwa penangkapan terduga terorisme yang meninggalkan asas praduga tak bersalah.
“Sekarang saya khawatir karena orang bisa saja hanya cari prestasi dengan cara cepat, artinya supaya tambah kerjanya kemudian main ambil sama rata. Kemudian, yang baru dicurigai langsung ditangkap,” kata dia.
“Pada dasarnya kami mendukung revisi UU terorisme hanya saja memang perlu disertai dengan gerak bersama, artinya aparat itu harus sungguh-sungguh bekerja secara sinergis. BIN, TNI dan Polri itu harus segera bersama kalau ini memang kita jadikan ancaman bersama,” ujarnya usai rapat dengar pendapat umum bersama Pansus RUU Minol di gedung parlemen, Senayan, Jakarta, belum lama ini.
Romo Siswantoko juga mengkritisi bahwa dalam penanganan kasus terorisme jangan sampai ada pernyataan BIN kecolongan. Sehingga, kasus terorisme sudah terjadi, aparat baru bergerak.
“Jangan sampai ada cerita BIN kecolongan, artinya BIN sudah mendengar ada warning akan ada ‘konser berdarah’ tapi kok nggak tau waktunya, gitu kan.. Nah, ini kan sesuatu yang membuat masyarakat bertanya-tanya, kok kerjanya hanya begitu saja,” ungkap pria bernama lengkap Romo Paulus Christian Siswantoko ini.
Romo Siswantoko juga yakin revisi UU Terorisme ini akan sukses diundang-undangkan dan dapat segera diterapkan.
“Yang jelas, antara PERPPU dan UU lebih tinggi UU. Dan saya yakin, UU akan gol, hanya saja harus UU itu harus membawa perubahan dan sampai ke bawah. Secara structural legislative, kan paling tinggi undang-undang tapi kadang-kadang tidak sampai ke bawah dan tidak membawa perubahan.”
Kendati demikian, Romo Siswantoko menyampaikan kekhawatirannya tentang diberlakukan revisi undang-undang terorisme. Menurutnya, aparat harus memperbaiki mentalnya sehingga bisa menegakkan undang-undang berdasarkan keadilan. Ia menyayangkan peristiwa penangkapan terduga terorisme yang meninggalkan asas praduga tak bersalah.
“Sekarang saya khawatir karena orang bisa saja hanya cari prestasi dengan cara cepat, artinya supaya tambah kerjanya kemudian main ambil sama rata. Kemudian, yang baru dicurigai langsung ditangkap,” kata dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar