Senin, 01 Februari 2016

abu ja’far al manshur

Patung Khalifah Abu Ja’far Al-Manshur yang dihancurkan di Baghdad.
A+ | Reset | A-
REPUBLIKA.CO.ID, Abu Ja’far Al-Manshur menjabat khalifah kedua Bani Abbasiyah menggantikan saudaranya Abul Abbas As-Saffah. Abu Ja’far Al-Manshur adalah putra Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib yang juga saudara kandung Ibrahim Al-Imam dan Abul Abbas As-Saffah. Ketiganya merupakan pendiri Bani Abbasiyah.
Ketikah Khalifah Abul Abbas As-Saffah meninggal, Abu Ja’far sedang menunaikan ibadah haji bersama Panglima Besar Abu Muslim Al-Khurasani. Yang pertama kali dilakukan Khalifah Abu Ja’far Al-Manshur setelah dilantik menjadi khalifah pada 136 H/754 M adalah mengatur politik dan siasat pemerintahan Bani Abbasiyah. Jalur-jalur pemerintahan ditata rapi dan cermat, sehingga pada masa pemerintahannya terjalin kerjasama erat antara pemerintah pusat dan daerah. Begitu juga antaraqadhi (hakim) kepala polisi rahasia, kepala jawatan pajak, dan kepala-kepala dinas lainnya.
Selama masa kepemimpinannya, kehidupan masyarakat berjalan tenteram, aman dan makmur. Stabilitas politik dalam negeri cenderung aman dan terkendali, tidak ada gejolak politik dan pemberontakan-pemberontakan.
Khalifah Abu Ja’far Al-Manshur sangat mewaspadai tiga kelompok yang menurutnya dapat menjadi batu sandungan Bani Abbasiyah dan dirinya. Kelompok pertama dipimpin Abdullah bin Ali, adik kandung Muhammad bin Ali, paman Abu Ja’far sendiri. Ia menjabat panglima perang Bani Abbasiyah. Kegagahan dan keberaniannya dikenal luas. Pengikut Abdullah bin Ali sangat banyak serta sangat berambisi menjadi khalifah.
Kelompok kedua dipimpin Abu Muslim Al-Khurasani, orang yang berjasa besar dalam membantu pendirian Dinasti Abbasiyah. Karena keberanian dan jasa-jasanya, ia sangat disegani serta dihormati di kalangan Bani Abbasiyah. Masyarakat luas banyak yang menjadi pengikutnya. Khalifah Abu Ja’far Al-Manshur khawatir pengaruh Abu Muslim terlalu besar terhadap pemerintahan Bani Abbasiyah.
Kelompok ketiga adalah kalangan Syiah yang dipimpin pendukung berat keturunan Ali bin Abi Thalib. Masyarakat luas banyak yang simpati karena dalam melakukan gerakan mereka membawa nama-nama keluarga Nabi Muhammad Saw.
Setelah berhasil mengantisipasi kelompok-kelompok yang dapat menjadi batu sandungan pemerintahannya, Al-Manshur kembali dapat mencurahkan perhatiannya pada pengembangan kebudayaan dan peradaban Islam. Ia adalah orang yang sangat mencintai ilmu pengetahuan, sehingga memberikan dorongan dan kesempatan yang luas bagi cendekiawan untuk mengembangkan riset ilmu pengetahuan. Penerjemahan buku-buku Romawi ke dalam bahasa Arab, yang menjadi bahasa internasional saat itu dilakukan secara khusus dan profesional. Ilmu falak (astronomi) dan filsafat mulai digali dan dikembangkan.
Pada awal pemerintahannya, Khalifah Abu Ja’far Al-Manshur benar-benar meletakkan dasar-dasar ekonomi dan keuangan negara dengan baik dan terkendali. Oleh sebab itu, tidak pernah terjadi defisit anggaran besar-besaran. Kas negara selalu penuh, uang yang masuk lebih banyak daripada uang keluar. Ketika Khalifah Abu Ja’far Al-Manshur meninggal dunia, harta yang ada dalam kas negara sebanyak 810.000.000 dirham.
Ada kisah menarik tentang Abu Ja’far Al-Manshur dan Abu Hanifah. Ketika selesai membangun Baghdad, Abu Ja’far mengundang para ulama terkemuka. Imam Abu Hanifah termasuk di antara mereka.
Saat itulah Abu Hanifah ditawari sebagai Hakim Tinggi (Qadhi Qudha). Namun Abu Hanifah menolak keras. Ketika diancam agar bersedia memegang jabatan itu, Abu Hanifah mengucapkan kalimat yang dicatat sejarah, “Seandainya anda mengancam untuk membenamkanku ke dalam sungai Eufrat atau memegang jabatan itu, sungguh aku akan memilih untuk dibenamkan.”
Khalifah Abu Ja’far Al-Manshur amat murka. Apalagi ketika ia mendapatkan laporan bahwa sang imam menaruh simpati pada gerakan Muhammad bin Abdullah di Tanah Hijaz. Abu Hanifah ditangkap dan dipenjara hingga meninggal.
Selain meletakkan pondasi ekonomi, Khalifah Abu Ja’far Al-Manshur juga menertibkan pemerintah untuk memperkuat kekuasaan Bani Abbasiyah. Penertiban ini dilakukan dalam bidang administrasi dan mengadakan kerjasama antar pejabat pemerintahan dengan sistem kerja lintas sektoral.
Khalifah Al-Manshur juga mengadakan penyebaran dakwah Islam ke Byzantium, Afrika Utara dan mengadakan kerjasama dengan Raja Pepin dari Prancis. Saat itu, kekuasaan Bani Umayyah II di Andalusia dipimpin oleh Abdurrahman Ad-Dakhil.
Menjelang pengujung 158 H, Khalifah Abu Ja’far Al-Manshur berangkat ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Namun dalam perjalanan ia sakit lalu meninggal dunia. Ia wafat dalam usia 63 tahun dan memerintah selama 22 tahun. Jenazahnya dibawa dan dikebumikan di Baghdad

Tidak ada komentar: