Sedikitnya ada delapan fungsi yang harus dijalankan wartawan di tengah-tengah maraknya informasi di berbagai media.
Dalam buku Blur: How to Know What’s True in the Age of Information Overload karya Bill Kovach dan Tom Rosenstiel, tugas wartawan yang pertama yakni, authenticator, yakni konsumen memerlukan wartawan yang bisa memeriksa keautentikan suatu informasi.
Kedua adalah sense maker yakni menerangkan apakah informasi itu masuk akal atau tidak. Tugas ketiga, investigator yakni wartawan harus terus mengawasi kekuasaan dan membongkar kejahatan.
Keempat adalah witness bearer yakni
kejadian-kejadian tertentu harus diteliti dan dipantau kembali dan dapat
bekerja sama dengan reporter warga. Adapun tugas kelima adalah empowerer yakni saling melakukan pemberdayaan antara wartawan dan warga untuk menghasilkan dialog yang terus-menerus pada keduanya.
Keenam adalah smart aggregator yakni wartawan cerdas harus berbagi sumber berita yang bisa diandalkan, laporan-laporan yang mencerahkan, bukan hanya karya wartawan itu sendiri. Ketujuh adalah forum organizer yakni organisasi berita, baik lama dan baru, dapat berfungsi sebagai alun-alun di mana warga bisa memantau suara dari semua pihak, tak hanya kelompok mereka sendiri.
Adapun tugas kedelapan, role model, yakni tak hanya
bagaimana karya dan bagaimana cara wartawan menghasilkan karya tersebut,
namun juga tingkah laku wartawan masuk dalam ranah publik untuk
dijadikan contoh.
Buku karya Bill Kovach dan Tom Rosenstiel diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Yayasan Pantau bekerja sama dengan Dewan Pers dan diluncurkan di Jakarta, Kamis (27/12/2012).
Andreas Harsono, Ketua Yayasan Pantau, menilai lanskap media sekarang berubah. “Internet praktis menghancurkan peranan ruang redaksi sebagai penjaga gerbang informasi,” kata Andreas dalam diskusi tersebut, Kamis (27/12/2012). “Namun teknologi internet tak mengubah makna tentang keperluan informasi yang bermutu agar masyarakat bisa mengambil keputusan substansial.”
Leo Batubara, salah satu wartawan senior dan mantan pengurus Dewan Pers, mengatakan pada akhirnya ‘pemenang pertandingan’ dalam industri media adalah pihak yang taat terhadap kode etik, sepuluh elemen jurnalisme serta delapan fungsi wartawan seperti yang ditulis dalam buku Blur tersebut. Dia memaparkan di mana pun seorang wartawan bekerja, ketiga hal tersebut menjadi sangat penting untuk ditaati.
Endy Bayuni, salah seorang wartawan senior lainnya, mengatakan hal yang seringkali dilupakan adalah melakukan cek dan ricek karena siaran berita yang lebih didahulukan. “Cek dan ricek diabaikan, yang penting tulis saja dulu, post saja dulu. Respons dari pihak lainnya mungkin akan datang dalam 1-2 jam kemudian.”
Diskusi itu dibuka oleh Ketua Dewan Pers Bagir Manan, dan menghadirkan pembicara lainnya yakni Petty S Fatimah, Pemimpin Redaksi Majalah Femina. Kegiatan itu tak hanya dihadiri oleh wartawan, namun juga praktisi di bidang hubungan masyarakat.
Dalam buku Blur: How to Know What’s True in the Age of Information Overload karya Bill Kovach dan Tom Rosenstiel, tugas wartawan yang pertama yakni, authenticator, yakni konsumen memerlukan wartawan yang bisa memeriksa keautentikan suatu informasi.
Kedua adalah sense maker yakni menerangkan apakah informasi itu masuk akal atau tidak. Tugas ketiga, investigator yakni wartawan harus terus mengawasi kekuasaan dan membongkar kejahatan.
Keenam adalah smart aggregator yakni wartawan cerdas harus berbagi sumber berita yang bisa diandalkan, laporan-laporan yang mencerahkan, bukan hanya karya wartawan itu sendiri. Ketujuh adalah forum organizer yakni organisasi berita, baik lama dan baru, dapat berfungsi sebagai alun-alun di mana warga bisa memantau suara dari semua pihak, tak hanya kelompok mereka sendiri.
Buku karya Bill Kovach dan Tom Rosenstiel diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Yayasan Pantau bekerja sama dengan Dewan Pers dan diluncurkan di Jakarta, Kamis (27/12/2012).
Andreas Harsono, Ketua Yayasan Pantau, menilai lanskap media sekarang berubah. “Internet praktis menghancurkan peranan ruang redaksi sebagai penjaga gerbang informasi,” kata Andreas dalam diskusi tersebut, Kamis (27/12/2012). “Namun teknologi internet tak mengubah makna tentang keperluan informasi yang bermutu agar masyarakat bisa mengambil keputusan substansial.”
Leo Batubara, salah satu wartawan senior dan mantan pengurus Dewan Pers, mengatakan pada akhirnya ‘pemenang pertandingan’ dalam industri media adalah pihak yang taat terhadap kode etik, sepuluh elemen jurnalisme serta delapan fungsi wartawan seperti yang ditulis dalam buku Blur tersebut. Dia memaparkan di mana pun seorang wartawan bekerja, ketiga hal tersebut menjadi sangat penting untuk ditaati.
Endy Bayuni, salah seorang wartawan senior lainnya, mengatakan hal yang seringkali dilupakan adalah melakukan cek dan ricek karena siaran berita yang lebih didahulukan. “Cek dan ricek diabaikan, yang penting tulis saja dulu, post saja dulu. Respons dari pihak lainnya mungkin akan datang dalam 1-2 jam kemudian.”
Diskusi itu dibuka oleh Ketua Dewan Pers Bagir Manan, dan menghadirkan pembicara lainnya yakni Petty S Fatimah, Pemimpin Redaksi Majalah Femina. Kegiatan itu tak hanya dihadiri oleh wartawan, namun juga praktisi di bidang hubungan masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar