Rabu, 01 Oktober 2014
Senin, 28 April 2014
Hasan dan husain
Satu tahun sesudah kelahiran Al-Hasan, cucu Rasulullah SAW, tanggal 3 Sya’ban tahun keempat
Rasulullah SAW menerima
gembira dengan kelahiran Al-Husain. Maka, beliau pun segera menuju rumah Sayyidina Ali dan Sayyidah Zahra, dan berkata kepada Asma binti ‘Umais, “Hai Asma, tolong bawa kemari anakku itu.”
pun lalu membawa bayi yang terbungkus kain putih itu
Rasulullah
kepada
memberikannya
Beliau begitu gembira
mendekapnya. Dibacakannya adzan di telinga kanan bayi itu, dan iqamat di telinga kirinya. Kemudian ditidurkannya
lalu
kamarnya,
di
itu
cucunya
menangis tersedu-sedu. Mendengar tangis Rasulullah SAW itu, bertanyalah Asma, “Demi ayah
ibuku, siapa yang engkau tangisi ya Rasulullah?” “Anakku ini,” jawab beliau. “Dia anak zaman,” kata Asma. “Wahai
dibunuh
akan
kelak
dia
sekelompok pembangkang sesudahku,
syafaatku tidak akan
kepada mereka,” kata Rasulullah menjelaskan. Kemudian beliau berkata
jangan
Asma,
“Wahai
sampaikan apa yang kukatakan
kepada Fatimah, dia baru
melahirkan.” Kemudian Rasulullah
bertanya kepada Ali, “Engkau beri nama siapa anakku ini?” “Saya tidak berani mendahului Anda, ya Rasulullah,” jawab Ali. Allah SWT kemudian menurunkan wahyu yang suci kepada kekasih-Nya Muhammad SAW, dengan membawa nama yang diberikan-Nya untuk anak itu. Dan ketika beliau telah menerima perintah untuk memberi nama anaknya
Ali
menatap
beliau
tersebut,
berkata, “Namai dia Husain.” Pada hari yang ketujuh, Rasulullah SAW bergegas datang ke rumah Az-Zahra,
menyembelih seekor
sebagai aqiqah untuk Husain, mencukur rambutnya, dan bersedekah
seberat timbangan rambut
cucunya
agar
menyuruh
dikhitan. Begitulah, telah dilakukan untuk Al-Husain upacara sebagaimana yang dilakukan Rasulullah SAW untuk kakaknya Al-Hasan. Kedudukan Al-Husain Kedudukan Sayyidina
mempunyai kedudukan yang luhur yang
mungkin dicapai kecuali
ayahnya, ibunya, kakaknya serta para
yang merupakan
puteranya. Dalam kesempatan
mencoba
akan
kami
ini,
terbatas
mengemukakan hal-hal penting
memperlihatkan kedudukan
Husain dalam pandangan syariat Islam. Al-Quran Al-Karim, dokumen Ilahi yang
yang tidak mengandung kebatilan di dalamnya, mengungkapkan dalam banyak ayatnya sebagian besar
derajat luhur di sisi Allah
Al-Husain. Beberapa di
ayat-ayat tersebut adalah :
Ayat Tathhir : “Sesungguhnya Allah bermaksud menghilangkan dosa dari kamu wahai Ahlul Bait, dan menyucikan kamu sesuci-sucinya.”(QS. Al-Ahzab :
Para penyusun kitab-kitab hadis shahih menuturkan, sebab
melatarbelakangi turunnya ayat
adalah, bahwa suatu kali Nabi
kain
diambilkan
meminta
muncullah Ali, Fatimah, Hasan
Husain. Maka Nabi SAW pun berdoa, “Allahumma, ya Allah, mereka ini adalah Ahlul Baitku, karena itu hilangkanlah
sucikanlah
dan
mereka,
dari
mereka sesuci-sucinya.” Maka turunlah
ini dalam hubungannya
peristiwa tersebut. Ayat ini merupakan kesaksian dari Allah tentang kesucian
Bait dan tingginya kedudukan mereka di sisi Allah, dan bahwa mereka itu adalah orang-orang yang memiliki kepribadian paling luhur dalam Islam. . Ayat Mubahalah : “Barangsiapa yang membantahmu tentang Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu),
katakanlah kepadanya,
kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, wanita-wanita kami dan wanita-wanita kamu, diri kami dan diri kamu, kemudian marilah kita ber-mubahalah kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang berdusta.” (QS. Ali Imran : 61). Tentang sebab turunnya ayat ini, para ahli tafsir dan orang-orang yang berilmu berpendapat, ayat ini diturunkan ketika orang-orang Nasrani Najran bersepakat dengan Nabi SAW untuk bermubahalah. Masing-masing pihak bersaksi kepada Allah agar barangsiapa yang berdusta
hendaknya
pengakuannya,
ditimpa bencana (mati). Di
mubahalah yang dijanjikan, Rasulullah SAW datang dengan membawa Ahlul Baitnya. Nabi menggendong Al-Husain dan menggandeng Al-Hasan, Fatimah berjalan di belakang beliau, kemudian
belakang
di
berjalan
menyusul
mereka. Lalu Nabi SAW berkata, “Apabila nanti aku berdoa, aminkanlah ….” Akan tetapi orang-orang Nasrani, ketika melihat wajah-wajah yang suci dan mulia yang sedang mereka hadapi
segera meminta maaf
Rasulullah SAW dan membatalkan mubahalah. Mereka lalu tunduk kepada kekuasaan Negara beliau
bisa
Disini
membayar jizyah.
bahwa ayat yang mulia ini mengakui Al-
dan Al-Husain sebagai “anak-
kami”, sedangkan diri
sendiri dan diri Ali dinyatakan sebagai
kami”, sedangkan Fatimah yang
wanita
seluruh
mewakili
mukminin yang ada saat itu dinyatakan sebagai “wanita-wanita kami” – suatu
yang secara jelas dan
mengungkapkan bahwa apa
tersebut
Bait
Ahlul
oleh
dilakukan
mempunyai kedudukan yang mulia di
Allah, yang tak mungkin
dicapai oleh orang lain. Sebab, kalau
demikian, niscaya saat
Rasulullah SAW membawa orang-orang lain selain mereka untuk bermubahalah. . Ayat Mawaddah : “Katakanlah, aku tidak meminta kepadamu sesuatu upah pun
seruanku, kecuali kasih
terhadap keluargaku.”(QS. As-Syura
Para ahli tafsir mengatakan bahwa, ayat tersebut diturunkan mengenai
Fatimah, Al-Hasan dan Al-Husain. Jabir bin Abdullah mengatakan, “Ada seorang Arab dusun datang kepada Nabi SAW
Muhammad,
“Wahai
berkata,
tuturkan kepadaku tentang Islam.” Nabi berkata, “Hendaknya engkau bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, yang
Esa dan tanpa sekutu,
bahwasanya Muhammad itu hamba dan utusan-Nya.” “Apakah untuk ini engkau meminta upah?” Tanya orang itu pula.
“Kecuali
Nabi,
jawab
“Tidak,”
sayang terhadap keluarga (mawaddah fi al-qurba).” “Kasih sayang terhadap keluargaku atau keluargamu?”
orang itu pula. “Keluargaku,” jawab Nabi SAW. Orang Arab itu lalu berkata, “Baik, mari sekarang aku baiat engkau, dan kepada orang yang tidak mencintaimu dan keluargamu, hendaknya laknat Allah ditimpakan kepadanya.” “Amin,”
Dari ayat-ayat tersebut diatas, tampak jelaslah kedudukan Al-Husain dan Ahlul
Rasul, serta kedudukan
yang tinggi di sisi Allah SWT. Selain itu, perlu ditambahkan di sini sebagian nash
diterima dari Rasulullah
mengenai Al-Husain yang tercermin
risalah dan umat, antara
adalah : . Dalam Shahih Al-Turmudzi diriwayatkan hadis dari Ya’la bin Murrah, katanya,
bersabda, “Husain merupakan bagian dariku, dan aku merupakan bagian darinya. Allah akan mencintai
Husain,
mencintai
yang
Husain adalah cucu di antarav segala cucu.” [Fadha’il Al-Khamsah] . Dari Salman Al-Farisi, “Aku mendengar Rasulullah SAW berkata, Al-Hasan dan Al-Husain adalah dua orang anakku. Barangsiapa yang mencintai
berdua berarti mencintaiku,
pasti Allah
mencintaiku,
barangsiapa
mencintainya, dan barangsiapa dicintai Allah, niscaya Dia memasukkannya ke
surga. Barangsiapa membenci mereka berdua, berarti membenciku,
barangsiapa membenciku,
Allah membencinya, dan barangsiapa dibenci Allah, niscaya
memasukkannya ke dalam
dengan mukanya terlebih dahulu.” [Al-Thibrisi, I’lam Al-Wara] . Dari Al-Barra’ bin ‘Azib, “Aku melihat Rasulullah SAW menggendong Husain
pundaknya,
atas
di
Ali
berdoa, “Ya Allah, aku sungguh mencintainya, karena itu cintailah dia.”
Al-Shabagh, Al-Fushul
Muhimmah] . Dari Abdullah bin Mas’ud, “Rasulullah SAW berkata tentang Al-Hasan dan Al-Husain, mereka berdua adalah
orang anakku. Barangsiapa mencintai mereka berdua, berarti mencintai aku,
barangsiapa membenci
berdua, berarti membenciku.” . Dari Ali ibn Al-Hasan, dari ayahnya, dari kakeknya, “Rasulullah
menggandeng tangan Al-Hasan dan Al-Husain, dan berkata, barangsiapa mencintai aku dan mencintai
anak ini dan kedua orangtua mereka,
di dalam
bersamaku
berada
niscaya
surga.” [Ibn Al-Jauzi, Tadzkirat
Khawwash] Al-Husain dan Peristiwa Karbala Ketika Sayyidina Ali ditunjuk
setelah terbunuhnya
Khalifah
sebagai
Utsman, ia berusaha untuk menegakkan kembali keadilan Islam. Ia mendapat perlawanan yang tidak terhenti dari para penguasa Bani Umayyah.
pengikutnya mengkhianatinya. Seorang
sahabatnya
dari
seorang
setia dipanggil Tuhan. Sementara itu, para tiran menggunakan kekayaan dan kekerasan untuk menguasai
banyak. Dan menjelang akhir Ramadhan 40 H, di dalam relung mihrabnya, Ali dibunuh ketika shalat subuh. Hasan bin Ali, anak lelaki pertama
menjadi
diangkat
Thalib,
Abi
bin
Khalifah. Ia melihat ketakutan
kezaliman telah menyelimuti Madinah,
Basrah dan kota-kota
muslimin
Kaum
Islam.
shaleh tidak henti-hentinya mendapat penganiayaan. Muawiyah juga
menerus memfitnah keluarga Nabi dan menyebarkan keresahan.
berunding dengan saudaranya
memutuskan
ia
Husain,
menghentikan semua derita umat
melalui perjanjian damai
Muawiyah. Segera setelah perjanjian damai
Kufah.
ke
masuk
Muawiyah
berkata: “Hai, penduduk Kufah. Adakah kamu mengira aku memerangi kalian agar shalat, zakat dan haji. Aku tahu kalian sudah melakukan shalat, zakat
haji. Kuperangi kalian
menguasai kalian. Untuk itu, aku akan
dan
darah,
tumpahkan
perjanjian yang telah aku buat akan aku letakkan di bawah injakan kakiku.” Ia melanggar perjanjian itu, Pertama, membunuh Sayyidina Hasan
racun. Hasan syahid pada 50 H. Kedua,
pembantaian
meneruskan
penganiayaan pada para pengikut Imam
Ketiga, ia dan para pejabatnya menggunakan harta umat (Baytul Mal) untuk kepentingan pribadi dan keempat, ia mengangkat anaknya Yazid sebagai
mahkota dan memerintahkan
agar
paksa
dengan
menerimanya. “Yazid manusia yang selalu berbuat dosa dan maksiat, peminum khamar, pembunuh orang yang tidak bersalah. Ia lakukan kefasikan dan kemaksiatannya secara terbuka. Orang sepertiku tidak mungkin berbaiat kepada orang seperti
Rasulullah
Cucu
Husain.
Yazid,” kata
SAW itu akhirnya memutuskan
melakukan perlawanan terhadap Yazid.
yang menghabiskan
beribadat kepada Tuhan,
siang dalam berkhidmat kepada insan,
dengan
berhadapan
sekarang
menghabiskan malam
bermaksiat kepada Yang Mahakuasa
siang untuk berkhianat
keluarga
beserta
Al-Husain
manusia.
meninggalkan Madinah
Mekkah. Begitu sampai di Mekkah, ia menerima 12000 surat dari
Mereka mengundang Imam
Kufah
ke
datang
membaiatnya sebagai Khalifah.
Husain mengirim Muslim bin Aqil untuk membuktikan keseriusan penduduk Kufah tersebut. Dari Mekkah,
meninggalkan wuquf di Arafah, Husain
sahabat-
dan
keluarga
beserta
sahabatnya berangkat menuju
Kerabatnya mendesak Al-Husain untuk membatalkan kepergiannya,
Husain berkata: “Aku berangkat bukan
berbuat
untuk
bukan
ambisi,
karena
atau untuk menimbulkan kerusakan. Aku berangkat
mendatangkan kemaslahatan
Aku
kakekku.
memerintahkan yang makruf
melarang yang mungkar.”
berangkatlah kafilah Husain, dalam terik matahari musim panas yang membakar,
menempuh perjalanan
1800 Km. Ketika kafilah Husain sampai di dekat Kufah, ia menerima berita yang sangat mengejutkan. Muslim bin Aqil dan dua orang pendukungnya di Kufah
dibunuh Ibnu Ziyad, gubernur
Husain mengumpulkan
menceritakan
dan
pengikutnya
Karena ketakutan, sebagian pengikutnya meninggalkan Husain. Al-Husain melanjutkan perjalanan sampai
berhadapan dengan
penunggang kuda yang dipimpin oleh Al-Hurr. Ia didesak ke sebuah tempat yang disebut Karbala, pada tanggal 2 Muharram, 61 H. Ibnu Ziyad mengirim pasukan tambahan di bawah pimpinan
bin Sa’ad. Pada 9 Muharram, pasukan Umar mengepung kemah-
Al-Husain. Ia meminta
untuk menangguhkan serangan sampai keesokan harinya. Bersama
pengikutnya yang setia Imam
menghabiskan malam dalam
berkata: “Musuh
menghendaki nyawaku. Dengan senang
pulang.”
untuk
kalian
izinkan
Pengikutnya berkata: “Demi Allah, tidak mungkin dan tidak pernah terjadi. Kami hidup bersama Anda atau mati bersama
Pada 10 Muharram atau Asyura, berhadapanlah 72 pecinta
dengan 5000 penyembah
keadilan
penegak
segelintir
pendukung kezaliman.
beberapa hari kelompok keluarga Rasulullah kehausan karena jalan
sungai Eufrat ditutup musuh. Beberapa saat sebelum terjadi pertempuran Al-
perbuatannya
menyesali
bergabung dengan Al-Husain. Menjelang sore hari, sudah 70 orang pengikut Husain syahid,
perjuangan yang sangat keras
tengah-tengah sengatan matahari dan kehausan. Musuh bertindak
dengan secara membuta membunuh siapa saja, termasuk
Asghar 6 bulan, yang bersimbah darah
Mereka
Al-Husain.
tangan
membakar kemah-kemah
perempuan dan anak-anak. Pembantaian keluarga Nabi ini berakhir,
ribuan tentara mengeroyok
melepaskan
Syimr
Husain.
seorang
kepala Imam Husain dan ribuan kuda mencabik-cabik dan menginjak-injak jenazahnya. Kepalanya bersama kepala-kepala para syuhada
ditancapkan di ujung tombak dan diarak sepanjang 965 Km. di samping dan di belakang mereka, perempuan-perempuan dan anak-anak
dalam belenggu. Sebuah prosesi yang
mengharukan dalam
prosesi yang
Sebuah
umat manusia.
melambangkan perlawanan tanpa henti terhadap kepongahan para tiran. Bagi
mukmin, setiap hari
ASYURA dan setiap bumi
KARBALA. (Disarikan dari berbagai sumber)
Hasan dan husain
Satu tahun sesudah kelahiran Al-Hasan, cucu Rasulullah SAW, tanggal 3 Sya’ban tahun keempat
Rasulullah SAW menerima
gembira dengan kelahiran Al-Husain. Maka, beliau pun segera menuju rumah Sayyidina Ali dan Sayyidah Zahra, dan berkata kepada Asma binti ‘Umais, “Hai Asma, tolong bawa kemari anakku itu.”
pun lalu membawa bayi yang terbungkus kain putih itu
Rasulullah
kepada
memberikannya
Beliau begitu gembira
mendekapnya. Dibacakannya adzan di telinga kanan bayi itu, dan iqamat di telinga kirinya. Kemudian ditidurkannya
lalu
kamarnya,
di
itu
cucunya
menangis tersedu-sedu. Mendengar tangis Rasulullah SAW itu, bertanyalah Asma, “Demi ayah
ibuku, siapa yang engkau tangisi ya Rasulullah?” “Anakku ini,” jawab beliau. “Dia anak zaman,” kata Asma. “Wahai
dibunuh
akan
kelak
dia
sekelompok pembangkang sesudahku,
syafaatku tidak akan
kepada mereka,” kata Rasulullah menjelaskan. Kemudian beliau berkata
jangan
Asma,
“Wahai
sampaikan apa yang kukatakan
kepada Fatimah, dia baru
melahirkan.” Kemudian Rasulullah
bertanya kepada Ali, “Engkau beri nama siapa anakku ini?” “Saya tidak berani mendahului Anda, ya Rasulullah,” jawab Ali. Allah SWT kemudian menurunkan wahyu yang suci kepada kekasih-Nya Muhammad SAW, dengan membawa nama yang diberikan-Nya untuk anak itu. Dan ketika beliau telah menerima perintah untuk memberi nama anaknya
Ali
menatap
beliau
tersebut,
berkata, “Namai dia Husain.” Pada hari yang ketujuh, Rasulullah SAW bergegas datang ke rumah Az-Zahra,
menyembelih seekor
sebagai aqiqah untuk Husain, mencukur rambutnya, dan bersedekah
seberat timbangan rambut
cucunya
agar
menyuruh
dikhitan. Begitulah, telah dilakukan untuk Al-Husain upacara sebagaimana yang dilakukan Rasulullah SAW untuk kakaknya Al-Hasan. Kedudukan Al-Husain Kedudukan Sayyidina
mempunyai kedudukan yang luhur yang
mungkin dicapai kecuali
ayahnya, ibunya, kakaknya serta para
yang merupakan
puteranya. Dalam kesempatan
mencoba
akan
kami
ini,
terbatas
mengemukakan hal-hal penting
memperlihatkan kedudukan
Husain dalam pandangan syariat Islam. Al-Quran Al-Karim, dokumen Ilahi yang
yang tidak mengandung kebatilan di dalamnya, mengungkapkan dalam banyak ayatnya sebagian besar
derajat luhur di sisi Allah
Al-Husain. Beberapa di
ayat-ayat tersebut adalah :
Ayat Tathhir : “Sesungguhnya Allah bermaksud menghilangkan dosa dari kamu wahai Ahlul Bait, dan menyucikan kamu sesuci-sucinya.”(QS. Al-Ahzab :
Para penyusun kitab-kitab hadis shahih menuturkan, sebab
melatarbelakangi turunnya ayat
adalah, bahwa suatu kali Nabi
kain
diambilkan
meminta
muncullah Ali, Fatimah, Hasan
Husain. Maka Nabi SAW pun berdoa, “Allahumma, ya Allah, mereka ini adalah Ahlul Baitku, karena itu hilangkanlah
sucikanlah
dan
mereka,
dari
mereka sesuci-sucinya.” Maka turunlah
ini dalam hubungannya
peristiwa tersebut. Ayat ini merupakan kesaksian dari Allah tentang kesucian
Bait dan tingginya kedudukan mereka di sisi Allah, dan bahwa mereka itu adalah orang-orang yang memiliki kepribadian paling luhur dalam Islam. . Ayat Mubahalah : “Barangsiapa yang membantahmu tentang Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu),
katakanlah kepadanya,
kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, wanita-wanita kami dan wanita-wanita kamu, diri kami dan diri kamu, kemudian marilah kita ber-mubahalah kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang berdusta.” (QS. Ali Imran : 61). Tentang sebab turunnya ayat ini, para ahli tafsir dan orang-orang yang berilmu berpendapat, ayat ini diturunkan ketika orang-orang Nasrani Najran bersepakat dengan Nabi SAW untuk bermubahalah. Masing-masing pihak bersaksi kepada Allah agar barangsiapa yang berdusta
hendaknya
pengakuannya,
ditimpa bencana (mati). Di
mubahalah yang dijanjikan, Rasulullah SAW datang dengan membawa Ahlul Baitnya. Nabi menggendong Al-Husain dan menggandeng Al-Hasan, Fatimah berjalan di belakang beliau, kemudian
belakang
di
berjalan
menyusul
mereka. Lalu Nabi SAW berkata, “Apabila nanti aku berdoa, aminkanlah ….” Akan tetapi orang-orang Nasrani, ketika melihat wajah-wajah yang suci dan mulia yang sedang mereka hadapi
segera meminta maaf
Rasulullah SAW dan membatalkan mubahalah. Mereka lalu tunduk kepada kekuasaan Negara beliau
bisa
Disini
membayar jizyah.
bahwa ayat yang mulia ini mengakui Al-
dan Al-Husain sebagai “anak-
kami”, sedangkan diri
sendiri dan diri Ali dinyatakan sebagai
kami”, sedangkan Fatimah yang
wanita
seluruh
mewakili
mukminin yang ada saat itu dinyatakan sebagai “wanita-wanita kami” – suatu
yang secara jelas dan
mengungkapkan bahwa apa
tersebut
Bait
Ahlul
oleh
dilakukan
mempunyai kedudukan yang mulia di
Allah, yang tak mungkin
dicapai oleh orang lain. Sebab, kalau
demikian, niscaya saat
Rasulullah SAW membawa orang-orang lain selain mereka untuk bermubahalah. . Ayat Mawaddah : “Katakanlah, aku tidak meminta kepadamu sesuatu upah pun
seruanku, kecuali kasih
terhadap keluargaku.”(QS. As-Syura
Para ahli tafsir mengatakan bahwa, ayat tersebut diturunkan mengenai
Fatimah, Al-Hasan dan Al-Husain. Jabir bin Abdullah mengatakan, “Ada seorang Arab dusun datang kepada Nabi SAW
Muhammad,
“Wahai
berkata,
tuturkan kepadaku tentang Islam.” Nabi berkata, “Hendaknya engkau bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, yang
Esa dan tanpa sekutu,
bahwasanya Muhammad itu hamba dan utusan-Nya.” “Apakah untuk ini engkau meminta upah?” Tanya orang itu pula.
“Kecuali
Nabi,
jawab
“Tidak,”
sayang terhadap keluarga (mawaddah fi al-qurba).” “Kasih sayang terhadap keluargaku atau keluargamu?”
orang itu pula. “Keluargaku,” jawab Nabi SAW. Orang Arab itu lalu berkata, “Baik, mari sekarang aku baiat engkau, dan kepada orang yang tidak mencintaimu dan keluargamu, hendaknya laknat Allah ditimpakan kepadanya.” “Amin,”
Dari ayat-ayat tersebut diatas, tampak jelaslah kedudukan Al-Husain dan Ahlul
Rasul, serta kedudukan
yang tinggi di sisi Allah SWT. Selain itu, perlu ditambahkan di sini sebagian nash
diterima dari Rasulullah
mengenai Al-Husain yang tercermin
risalah dan umat, antara
adalah : . Dalam Shahih Al-Turmudzi diriwayatkan hadis dari Ya’la bin Murrah, katanya,
bersabda, “Husain merupakan bagian dariku, dan aku merupakan bagian darinya. Allah akan mencintai
Husain,
mencintai
yang
Husain adalah cucu di antarav segala cucu.” [Fadha’il Al-Khamsah] . Dari Salman Al-Farisi, “Aku mendengar Rasulullah SAW berkata, Al-Hasan dan Al-Husain adalah dua orang anakku. Barangsiapa yang mencintai
berdua berarti mencintaiku,
pasti Allah
mencintaiku,
barangsiapa
mencintainya, dan barangsiapa dicintai Allah, niscaya Dia memasukkannya ke
surga. Barangsiapa membenci mereka berdua, berarti membenciku,
barangsiapa membenciku,
Allah membencinya, dan barangsiapa dibenci Allah, niscaya
memasukkannya ke dalam
dengan mukanya terlebih dahulu.” [Al-Thibrisi, I’lam Al-Wara] . Dari Al-Barra’ bin ‘Azib, “Aku melihat Rasulullah SAW menggendong Husain
pundaknya,
atas
di
Ali
berdoa, “Ya Allah, aku sungguh mencintainya, karena itu cintailah dia.”
Al-Shabagh, Al-Fushul
Muhimmah] . Dari Abdullah bin Mas’ud, “Rasulullah SAW berkata tentang Al-Hasan dan Al-Husain, mereka berdua adalah
orang anakku. Barangsiapa mencintai mereka berdua, berarti mencintai aku,
barangsiapa membenci
berdua, berarti membenciku.” . Dari Ali ibn Al-Hasan, dari ayahnya, dari kakeknya, “Rasulullah
menggandeng tangan Al-Hasan dan Al-Husain, dan berkata, barangsiapa mencintai aku dan mencintai
anak ini dan kedua orangtua mereka,
di dalam
bersamaku
berada
niscaya
surga.” [Ibn Al-Jauzi, Tadzkirat
Khawwash] Al-Husain dan Peristiwa Karbala Ketika Sayyidina Ali ditunjuk
setelah terbunuhnya
Khalifah
sebagai
Utsman, ia berusaha untuk menegakkan kembali keadilan Islam. Ia mendapat perlawanan yang tidak terhenti dari para penguasa Bani Umayyah.
pengikutnya mengkhianatinya. Seorang
sahabatnya
dari
seorang
setia dipanggil Tuhan. Sementara itu, para tiran menggunakan kekayaan dan kekerasan untuk menguasai
banyak. Dan menjelang akhir Ramadhan 40 H, di dalam relung mihrabnya, Ali dibunuh ketika shalat subuh. Hasan bin Ali, anak lelaki pertama
menjadi
diangkat
Thalib,
Abi
bin
Khalifah. Ia melihat ketakutan
kezaliman telah menyelimuti Madinah,
Basrah dan kota-kota
muslimin
Kaum
Islam.
shaleh tidak henti-hentinya mendapat penganiayaan. Muawiyah juga
menerus memfitnah keluarga Nabi dan menyebarkan keresahan.
berunding dengan saudaranya
memutuskan
ia
Husain,
menghentikan semua derita umat
melalui perjanjian damai
Muawiyah. Segera setelah perjanjian damai
Kufah.
ke
masuk
Muawiyah
berkata: “Hai, penduduk Kufah. Adakah kamu mengira aku memerangi kalian agar shalat, zakat dan haji. Aku tahu kalian sudah melakukan shalat, zakat
haji. Kuperangi kalian
menguasai kalian. Untuk itu, aku akan
dan
darah,
tumpahkan
perjanjian yang telah aku buat akan aku letakkan di bawah injakan kakiku.” Ia melanggar perjanjian itu, Pertama, membunuh Sayyidina Hasan
racun. Hasan syahid pada 50 H. Kedua,
pembantaian
meneruskan
penganiayaan pada para pengikut Imam
Ketiga, ia dan para pejabatnya menggunakan harta umat (Baytul Mal) untuk kepentingan pribadi dan keempat, ia mengangkat anaknya Yazid sebagai
mahkota dan memerintahkan
agar
paksa
dengan
menerimanya. “Yazid manusia yang selalu berbuat dosa dan maksiat, peminum khamar, pembunuh orang yang tidak bersalah. Ia lakukan kefasikan dan kemaksiatannya secara terbuka. Orang sepertiku tidak mungkin berbaiat kepada orang seperti
Rasulullah
Cucu
Husain.
Yazid,” kata
SAW itu akhirnya memutuskan
melakukan perlawanan terhadap Yazid.
yang menghabiskan
beribadat kepada Tuhan,
siang dalam berkhidmat kepada insan,
dengan
berhadapan
sekarang
menghabiskan malam
bermaksiat kepada Yang Mahakuasa
siang untuk berkhianat
keluarga
beserta
Al-Husain
manusia.
meninggalkan Madinah
Mekkah. Begitu sampai di Mekkah, ia menerima 12000 surat dari
Mereka mengundang Imam
Kufah
ke
datang
membaiatnya sebagai Khalifah.
Husain mengirim Muslim bin Aqil untuk membuktikan keseriusan penduduk Kufah tersebut. Dari Mekkah,
meninggalkan wuquf di Arafah, Husain
sahabat-
dan
keluarga
beserta
sahabatnya berangkat menuju
Kerabatnya mendesak Al-Husain untuk membatalkan kepergiannya,
Husain berkata: “Aku berangkat bukan
berbuat
untuk
bukan
ambisi,
karena
atau untuk menimbulkan kerusakan. Aku berangkat
mendatangkan kemaslahatan
Aku
kakekku.
memerintahkan yang makruf
melarang yang mungkar.”
berangkatlah kafilah Husain, dalam terik matahari musim panas yang membakar,
menempuh perjalanan
1800 Km. Ketika kafilah Husain sampai di dekat Kufah, ia menerima berita yang sangat mengejutkan. Muslim bin Aqil dan dua orang pendukungnya di Kufah
dibunuh Ibnu Ziyad, gubernur
Husain mengumpulkan
menceritakan
dan
pengikutnya
Karena ketakutan, sebagian pengikutnya meninggalkan Husain. Al-Husain melanjutkan perjalanan sampai
berhadapan dengan
penunggang kuda yang dipimpin oleh Al-Hurr. Ia didesak ke sebuah tempat yang disebut Karbala, pada tanggal 2 Muharram, 61 H. Ibnu Ziyad mengirim pasukan tambahan di bawah pimpinan
bin Sa’ad. Pada 9 Muharram, pasukan Umar mengepung kemah-
Al-Husain. Ia meminta
untuk menangguhkan serangan sampai keesokan harinya. Bersama
pengikutnya yang setia Imam
menghabiskan malam dalam
berkata: “Musuh
menghendaki nyawaku. Dengan senang
pulang.”
untuk
kalian
izinkan
Pengikutnya berkata: “Demi Allah, tidak mungkin dan tidak pernah terjadi. Kami hidup bersama Anda atau mati bersama
Pada 10 Muharram atau Asyura, berhadapanlah 72 pecinta
dengan 5000 penyembah
keadilan
penegak
segelintir
pendukung kezaliman.
beberapa hari kelompok keluarga Rasulullah kehausan karena jalan
sungai Eufrat ditutup musuh. Beberapa saat sebelum terjadi pertempuran Al-
perbuatannya
menyesali
bergabung dengan Al-Husain. Menjelang sore hari, sudah 70 orang pengikut Husain syahid,
perjuangan yang sangat keras
tengah-tengah sengatan matahari dan kehausan. Musuh bertindak
dengan secara membuta membunuh siapa saja, termasuk
Asghar 6 bulan, yang bersimbah darah
Mereka
Al-Husain.
tangan
membakar kemah-kemah
perempuan dan anak-anak. Pembantaian keluarga Nabi ini berakhir,
ribuan tentara mengeroyok
melepaskan
Syimr
Husain.
seorang
kepala Imam Husain dan ribuan kuda mencabik-cabik dan menginjak-injak jenazahnya. Kepalanya bersama kepala-kepala para syuhada
ditancapkan di ujung tombak dan diarak sepanjang 965 Km. di samping dan di belakang mereka, perempuan-perempuan dan anak-anak
dalam belenggu. Sebuah prosesi yang
mengharukan dalam
prosesi yang
Sebuah
umat manusia.
melambangkan perlawanan tanpa henti terhadap kepongahan para tiran. Bagi
mukmin, setiap hari
ASYURA dan setiap bumi
KARBALA. (Disarikan dari berbagai sumber)
Sabtu, 01 Maret 2014
1 maret
Makin Tua yaaa :D #nyadar
Semoga Amalan Diperbanyak dan Akhlak di Perbaiki
Kadangkala,
Kita baru kuat,
Setelah tidak ada pilihan kecuali harus kuat
Kadangkala
Kita baru bisa
Setelah tidak ada pilihan kecuali harus bisa
Situasi2 yang membuat terpojok
Tidak ada pilihan,
Harus dilewati, kuat atau tidak
Harus dilampaui, bisa atau tidak
Seringkali
Kita belajar bijak
Setelah melakukan kesalahan2
Seringkali
Kita jadi bahagia
Setelah melewati kesedihan2
Situasi2 yang membuat kita tersudut
Tidak ada pilihan,
Harus dilalui, benar atau keliru
Harus dijalani, suka atau tidak
Itulah yang disebut kehidupan
Selalu melahirkan orang2 yang tangguh.
Bukan si pengeluh tak berkesudahan
Sebalik nya berterima kasihlah pada Kesedihan
berdamailah dengan Masa Lalu
dan Ceria lah Untuk Masa Depan
*nyuplik dri Sajak om Tere
Yup kita Bisa menjadi Lebih Baik....
New Month..
Kekuatan Baru
Senin, 20 Januari 2014
Ratib habib umar bin abdurahman al attaa
Ratib Al-Habib Umar bin Abdurrahman Al-Attas
Ratib Al-Habib Umar bin Abdurrahman Al-Attas
Al-Fatihatu ilaa hadhrati al-habib Sayyidina Muhammadin S.A.W. wa aalihi wa sahbihi wa man waalaahu. Wa ilaa ruuhi sayyidina al-Habib Umar bin Abdurrahman Al-Attas, shohibi ratib, wa syeich Ali bin Abdillaahi al-Baaras. wa usuulihim wa furuu’ihim annallaaha jataghasyaahum bir’rahmati wal maghfirati al-fatiha. A’uudhu billaahi minasy’yaitaani rajiim. Bismillaahirahmaanirahiim. Alhamdulillaahi rabbil aalamiin. Arrahmaanirahiim maalikijawmid’diin. Ijaakana’buduu wa ijaa kanastaiin.Ihdinas’siraatal mustaqiim. Siraathal’ladhiina anámtu alaihim Ghairil maghdhuu alaihim walaa dhaaliin. Aamiin. Lau’anzalnaa haadhal qur’aana alaa Jabalin lara’aitahu ghaasyian mutasad’dian min ghasy’yatil’laahi wa tilkal amthaalu nadhribuhaa linnaasi la’allahum jatafakkaruun. Huwallaahul ladhii laa ilaaha illaa huwa aalimul ghai’bi wa shahaadati huwa rahmaanirahiim. Huwallaahul ladhii laa ilaaha illaa huwa al-malikul Qud’duusu salaamul mu’minul muhaiminul aziizul Jabbaarul mutakabbiru subhaanallaahi amma jusyrikuun. Huwallaahul ghaalikul baari’ul musawwiru lahul asmaa’ul husnaa jusabbihu lahu maa fii samaawaati wal ardhi wa huwal aziizul haqiim.
A’uudhu billaahis samii’il aliimi minasy’syaitaani rajiim(3x).
A’uudhu bikalimaatillaahi taamaati min syarri maa ghalaqa(3x).
Bismillaahil ladhii laa jadhurru ma’asmihii syai’un fil ardhi walaa fis’samaa’i wahuwassamii’ul aliim(3x).
Bismillaahirahmaanirahiim, walaa hawlaa walaa quwwata illaabillaahil alijjil adhiim(10x).
Bismillaahirahmaanirahiim(3x).
Bismillaahi tahassanaa billaahi, bismillaahi tawakkalnaa billlaahi(3x).
Bismillaahi aamannaa billaahi wa man ju’min billaahi laa ghawfun alaihi(3x).
Subhaanallaahi azzallaahu subhaanallaahi jal’lallaahu(3x).
Subhaanalaahi wa bihamdihi subhaanallaahil adhiim(3x).
Subhaanallaahi wal handulillaahi walaa ilaaha illallaahu wallaahu akbar(4x).
Yaa, lathiifan bighalqihi yaa, Aliiman bighalqihi yaa, ghabiiran bighalqihi al-tufbinaa yaa, lathiifu yaa, aliimu yaa, ghabiir(3x).
Yaa, lathiifan lam jazal al-tufbinaa fiimaa nazal innaka lathiifu lam tazal al-tufbinaa wal muslimiin(3x).
Laa ilaaha illallaah(40x).
Muhammadur’rasuulullaah(1x).
Hasbunallaahu wa ni’mal wakiil(7x).
Allahumma salli alaa Muhammadin allahumma salli alaihi wa sallim(11x).
Astghfirullaah(11x).
Taa’ibuuna illallaah(3x).
Yaa, allaahu bihaa yaa, allaahu yaa, kariimu yaa, allaahu bihusnil ghaatimah(3x).
Ghufranaka rabbanaa wa ilajkal masiir laa jukalliful’laaha nafsan illaa wus’ahaa lahaa maa kasabat wa alaihaa maa aktasabat rabbanaa laa tu’agidhnaa in’nasiinaa aw’agta’naa rabbanaa walaa tahmil alainaa isran kamaa hamaltahu alal’ladhiina min qablinaa rabbanaa walaa tuhammilnaa maalaa qatalanaa bihi wa’fu annaa wagh firlanaa warhamnaa anta mawlaanaa fansurnaa alal qawmil kaafiriin. Al-Fatihatu ilaa Hadhrati sayyidinaa wa Habibinaa wa Syafi’inaa rasuulillaahi Muhammad ibn Abdillaahi sallallaahu alaihi wa aalihi wa ashaabihi wa azwaajihi wa dhurri’jaatihi bi’annallaaha ju’lii darajaatihim fil jannati wa janfa’unaa bi asraarihim wa anwaarihim wa uluumihim fid’diini wa dunjaa wal aaghirati wa jadz’alunaa min hizbihim wa jarzuqnaa mahabbatuhum wa jatawafaanaa alaa millatihim wa jah’syurnaa fii zumratihim. Al-Fatiha athaa bakumullaah.(Surat al-fatiha).
—————————————————————————————–
Kelebihan Ratib: Huraian Ratib Al-Habib Umar bin Abdul Rahman Al-Attas
Makna Ratib
Perkataan Ratib mempunyai banyak erti. Ratib yang dimaksudkan di sini berasal dari perkataan (rattaba) bererti mengaturkan atau menyusun. Ratib adalah sesuatu yang tersusun, teratur dengan rapinya. Sembahyang sunnah Rawatib adalah antara sembahyang-sembahyang sunnah yang diamalkan pada waktu-waktu yang tertentu oleh Nabi s.a.w. Ratib al-Attas mengandungi zikir, ayat-ayat al-Quran dan doa-doa yang telah sedia tersusun oleh al-Habib Umar bin Abdul Rahman al-Attas yang juga dibaca pada waktu-waktu yang tertentu.
Istilah Ratib digunakan kebanyakkannya di negeri Hadhramaut dalam menyebut zikir-zikir yang biasanya pendek dengan bilangan kiraan
Habib kini tinggal digunung putri cicadas bogor
HABIB ABDURRAHMAN BIN ALI AL HABSY.
20 Februari 2010
“Abah sangatlah senang hatiku setiap kali menerima hadiah baju dari Abah. Namun, Abah, alangkah lebih senangnya lagi hatiku bila baju yang kukenakan adalah baju yang bekas abah pakai”.
Ini cucu dari kakakku yang bernama Abdurrahman , ujar habib Habib Muhammad, Putra Habib Ali Kwitang, saat memperkenalkan salah seorang cucu Habib Abdurrahman bin Ali Habsyi kepada Sayyid Muhammad bin Alwi Maliki yang sedang berkunjung ke Indonesia beberapa puluh tahun silam. Saat itu, dikediaman Habib Husein bin Ali Al-Attas, Gg. Buluh, Condet, Jakarta Timur, Al Maliki Terperanjat,”Jadi, Habib Ali Kwitang mempunyai seorang putra lainnya, dan itu kakakmu, ya Habib Muhammad ? Ajib !”
Saat berumur 20 tahun, Habib Ali Kwitang, yang kelahiran tahun 1869, menikah dengan Syarifah Aisyah, dari keluarga Assegaf, di Kebon Jahe, Jakarta Pusat. Dari pernikahannya itu, Habib Ali di Anugerahi Anak yang pertama bernama Habib Abdurahman.
Memang, Sosok putra sulung Habib Ali Kwitang ini tidak banyak diketahui orang. Mungkin karena ia wafat selagi muda, jauh sebelum wafatnya Habib Ali Kwitang sendiri. Padahal, selagi hidup , kharisma cukup besar. Warga Kwitang, tempatnya lahir dan dibesarkan, sangat menaruh hormat kepada WanDerahman, demikian mereka biasa menyebut Habib Abdurrahman bin Ali Al Habsyi.
SANGAT TAAT KEPADA ORANG TUA
Habib Abdurrahman lahir sekitar tahun 1890 dikampung kwitang, Jakarta, tepatnya di jl. Kramat II No.79, semasa hidupnya , Habib Abdurrahman dikenal sebagai sosok yang memiliki banyak keistimewaan.
Ayahnya adalah guru yang pertama baginya. Selain kepada ayahnya, ia juga menyempatkan diri untuk berguru kepada Habib Abdullah bin Muhsin Al Attas Bogor dan Habib Ahmad bin Abdullah Al Attas Pekalongan.
Meski tidak sempat lama, ia pernah pula menuntut ilmu di negeri leluhurnya, Hadramaut. Disana ia berguru kepada sejumlah ulama besar Hadramaut di masa itu. Diantaranya Habib Alwi bin Abdullah bin Syahab, Kakek Abdullah bin Muhammad Syahab, salah seorang ulama besar Hadramaut saat ini yang digelari Galbur Tarim, Jantungnya kota Tarim. Disebutkan pula, gurunya yang lain disana adalah Habib Syech bin Abdurrahman Al Kaf dan Habib Sahil bin Abdullah bin Sahil.
Habib Abdurrahman adalah seorang yang sangat taat dan berbakti kepada sang ayah. Bila menjumpai ayahnya, ia selalu bertutur kata dengan halus. Sewaktu berpisah pun ia berjalan mundur, karena tidak ingin membelakangi ayahnya.
Dikisahkan pula, bila ia dibelikan baju baru oleh ayahnya, ia terima sepenuh hati hadiah itu dengan wajah berseri – seri. Tapi baju baru itu tidak segera dikenakannya. Tidak berapa lama, ia berikan baju itu kepada orang lain.
Beberapa kali kejadian itu terjadi, hingga suatu saat Habib Ali bertanya kepadanya,”Wahai Abdurrahman, mana baju yang baru kuberikan kepadamu kemarin?” Habib Abdurrahman menjawab, “Abah, alangkah lebih senangnya lagi hatiku bila baju yang kukenakan adalah baju yang bekas abah pakai”.
Selain mencerminkan rasa ta’zimnya yang begitu besar kepada sang ayah, kisah diatas juga menunjukkan hatinya yang pemurah kepada sesama.
Sekali waktu, pernah Habib Muhammad, adiknya, terlambat pulang kerumah, sedang hari sudah larut malam. Dari kejauhan Habib Muhammad melihat kakaknya sedang berdiri di depan rumah. Karena pulang agak larut, ia sungkan kepada sang kakak. Maka ia ambil jalan memutar kepintu samping. Ternyata di pintu samping rumahnya itupun ada Habib Abdurrahman, yang tengah berdiri. Ia memutar lagi lewat pintu belakang.Aneh, lagi – lagi dipintu belakang rumahnya itu ia lihat Sang kakak.
Habib Abdurrahman kemudian memanggilnya dengan lembut ia berkata,”Ya Muhammad, jangan takut kepadaku. Sekarang masuklah, ini waktunya sudah malam. Nati ente sakit, masuk angin. Lain kali jangan pulang terlalu larut. Jangan sampai abah yang membukakan pintu. Kasihan, Abah sudah sepuh.”
BUAH DARI AKHLAK MULIA
Habib Abdurrahman juga aktif dalam mengikuti berita – berita pergerakan yang tengah marak pada saat itu. Diantara kawan akrabnya adalah H. Agus Salim, seorang tokoh pergerakan nasional yang terkenal. Se